JAKARTA, KOMPAS.com - Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) ragu penundaan Pilkada 2020 akan menghasilkan kualitas pemihan kepala daerah yang baik.
Pasalnya, hari pencoblosan Pilkada yang semula dijadwalkan 23 September ditunda hanya sampai tiga bulan atau 9 Desember.
Waktu tersebut dinilai tidak cukup karena hingga saat ini wabah Covid-19 belum menunjukkan penurunan.
"Konsekuensinya adalah apakah nanti kualitasnya juga akan maksimal," kata Wakil Direktur Perludem, Khoirunnisa Agustyati, dalam sebuah diskusi yang digelar Kamis (15/4/2020).
Baca juga: Jadwal Diubah, Bawaslu Tunggu Pemerintah Terbitkan Perppu Normalisasi Pilkada 2020
"Kalau kami mengusulkan kalau mau menunda ya sekalian saja, betul-betul nunggu keadaannya bersih (dari Covid-19)," lanjutnya.
Khoirunnisa mengatakan, Pilkada bukan hanya tentang hari pemungutan suara. Tapi, sebelum itu, ada sejumlah tahapan yang harus dilakukan dalam waktu yang panjang.
Oleh karenanya, jika hari pemungutan suara disepakati jatuh pada 9 Desember, tahapan pra pemungutan suara harus dimulai pada bulan Juni.
Padahal, pandemi Covid-19 sendiri diprediksi baru akan menurun trennya pada Juni atau Juli.
Jika tahapan pra pemungutan suara Pilkada dimulai pada bulan Juni, bisa jadi justru membawa risiko penyebaran Covid-19 yang lebih besar.
Sebab, tahapan-tahapan itu harus diselenggarakan dengan melibatkan banyak orang.
"Pendaftaran pemilih, pencocokan dan penelitian, verifikasi faktual bakal calon perseorangan, dan juga pelantikan petugas ad hoc di level PPS, ini kan tahapan-tahapan yang berpotensi untuk terkumpulnya banyak orang," ujar Khoirunnisa.
Penundaan ini juga dinilai tidak memberikan waktu yang cukup bagi penyelenggara pemilu, yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU), untuk melaksanakan tahapan pra pemungutan suara Pilkada.
Sebab, waktu penyelenggaran yang semula sembilan bulan menjadi enam bulan saja.
Untuk itu, dengan skema waktu penundaan yang sekarang ini, penyelenggaraan Pilkada 2020 diprediksi tidak berjalan maksimal.
"Menyelenggarakan pemilu di masa yang normal saja itu potensi masalahnya besar, apalagi kalau di masa-masa krisis dan waktunya tidak cukup," kata Khoirunnisa.