Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hujan Kritik terhadap Pemidanaan di Tengah Wabah Covid-19

Kompas.com - 08/04/2020, 06:44 WIB
Devina Halim,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

Rentan penyalahgunaan

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) turut menyoroti surat telegram Kapolri tersebut.

Ketua YLBHI Asfinawati berpandangan, penjelasan yang minim terkait pasal untuk menjerat suatu tindak pidana malah berpotensi disalahgunakan.

“Pasal-pasal yang ada tanpa disertai penjelasan yang memadai berdasarkan hukum dan putusan pengadilan yang berkembang berpotensi kuat menjadi penyalahgunaan dalam penerapannya,” kata Asfinawati melalui keterangan tertulis, Selasa.

Baca juga: Amnesty: Pidana bagi Penghina Jokowi Picu Pelanggaran Kebebasan Berpendapat

Ia menyinggung soal aturan terkait penghinaan presiden. Padahal, pasal-pasal terkait penghinaan presiden telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Melalui putusan bernomor 013-022/PUU-IV/2006, MK membatalkan Pasal 134, Pasal 136, dan Pasal 137 KUHP.

MK menilai pasal-pasal tersebut bisa menimbulkan ketidakpastian hukum karena tafsirnya yang amat rentan manipulasi.

“Menggunakan pasal ini secara serampangan berarti menghidupkan kembali semangat kolonialisme yang sudah dihapus oleh Mahkamah Konstitusi,” ujar Asfinawati.

Baca juga: Langkah Polisi Dinilai Bisa Sebarkan Covid-19 ke Dalam Penjara

Lebih lanjut, YLBHI berharap pemerintah lebih mengedepankan upaya persuasif dalam penanganan wabah Covid-19 ini.

Kontradiktif

Sejumlah kebijakan dengan pendekatan pemidanaan tersebut dinilai kontradiktif dengan keputusan pemerintah membebaskan narapidana demi mencegah penyebaran virus corona.

Menurut Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid, langkah pemidanaan meningkatkan potensi penyebaran virus di penjara.

“Ini akan memperburuk situasi penjara yang sudah sesak dan tidak higienis, apalagi ketika wabah ini belum berhasil dikendalikan,” ucap Usman melalui keterangan tertulis, Senin (6/4/2020).

Baca juga: Upaya Polisi Menghadapi Pandemi Covid-19, Penegakan Hukum hingga Kawal Proses Pemakaman

“Telegram itu justru akan berpotensi meningkatkan jumlah orang yang masuk penjara atas tuduhan penyebaran berita palsu dan penghinaan terhadap presiden maupun pejabat negara,” sambung Usman.

Klaim Upaya Terakhir

Di sisi lain, Polri sendiri mengklaim bahwa penegakan hukum terkait upaya pencegahan penyebaran Covid-19 merupakan pilihan terakhir.

Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Divisi Humas Polri Kombes Asep Adi Saputra menuturkan, polisi mengutamakan upaya preventif dan preemtif.

“Penegakan hukum yang dilakukan Polri selama masa pencegahan penyebaran Covid-19, pada prinsipnya adalah pilihan terakhir atau ultimum remedium,” ujar Asep melalui siaran langsung di akun Instagram Divisi Humas Polri, Senin (6/4/2020).

Ia mengatakan, langkah penegakan hukum baru akan dilakukan apabila kedua upaya itu tidak berhasil.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com