Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Dinilai Tak Prioritaskan Penuntasan Kasus Pelanggaran HAM di Papua

Kompas.com - 23/03/2020, 05:00 WIB
Rakhmat Nur Hakim,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menilai pengembalian berkas penyelidikan kasus pelanggaran HAM di Paniai, Papua, oleh Kejaksaan Agung merupakan bentuk keengganan negara dalam menegakkan HAM.

Anggota Divisi Pemantauan Impunitas Kontras Dimas Bagus Arya Saputra mengatakan, pengembalian berkas tersebut juga menegaskan bahwa negara sama sekali tidak memberi prioritas untuk penyelesaian dugaan pelanggaran HAM yang terjadi di Papua.

Padahal kasus tersebut terjadi pada tahun 2014, di masa periode pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo

Baca juga: Kejagung Kembalikan Berkas Penyelidikan Peristiwa Paniai ke Komnas HAM

"Pengembalian hasil penyelidikan Paniai kepada Komnas HAM kembali menggunakan alasan repetitif yakni belum tepenuhinya kelengkapan atau syarat-syarat suatu peristiwa dapat ditingkatkan ke tahap penyidikan pelanggaran HAM berat, baik pada syarat formil maupun materiil," ujar Dimas melalui keterangan tertulis, Minggu (22/3/2020).

"Alasan ini seharusnya tidak muncul, jika sejak awal penyelidikan Jaksa Agung memberikan supervisi atau koordinasi dengan Komnas HAM," lanjut dia.

Menurut Dimas, pengembalian berkas ini tidak saja merugikan korban karena undue delay.

Lebih jauh, sikap Jaksa Agung ini mengakibatkan impunitas kronis dalam penanganan kasus-kasus pelanggaran HAM berat, di mana korban menjadi pihak yang paling menderita.

Kepastian hukum terlanggar dan kemungkinan keberulangan peristiwa tersebut bisa terjadi di masa depan.

Baca juga: Kejagung Kembalikan Berkas Penyelidikan Peristiwa Paniai, Ini Kata Komnas HAM

Ia menilai seharusnya proses hukum kasus Paniai jauh lebih mudah karena tidak membutuhkan alasan dan putusan politik.

Penyelesaian kasus Paniai bisa langsung dilakukan melalui Pengadilan HAM sesuai dengan Undang-Undang No. 26 Tahun 2000, tanpa melalui usulan DPR dan keputusan Presiden.

"Data-data masih jelas, saksi dan bukti masih ada, bahkan ada kesatuan yang jelas menandakan adanya struktur komando yang resmi. Sehingga seharusnya tidak ada lagi alasan bahwa kasus ini masih belum cukup bukti formil dan materiil," lanjut Dimas.

Selain itu, berdasarkan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, kewenangan Komnas HAM adalah menemukan bukti permulaan yang cukup bahwa suatu peristiwa merupakan pelanggaran HAM berat.

Bukti permulaan dinilai kurang lengkap apabila hasil penyelidikan tidak memenuhi unsur pelanggaran HAM berat.

Nyatanya, pada kasus Paniai telah terjadi pelanggaran terhadap hak– hak anak, hak–hak perempuan, hak atas rasa aman dan hak untuk hidup.

Dengan demikian, lanjut Dimas, alasan belum tepenuhinya kelengkapan atau syarat-syarat suatu peristiwa dapat ditingkatkan ke tahap penyidikan pelanggaran HAM berat tidak dapat diterima.

Baca juga: Menanti Keseriusan Kejaksaan Agung Tuntaskan Kasus Pelanggaran HAM di Paniai

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

Nasional
Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Nasional
Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Nasional
Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Nasional
Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Nasional
Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com