Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Dinilai Tak Prioritaskan Penuntasan Kasus Pelanggaran HAM di Papua

Kompas.com - 23/03/2020, 05:00 WIB
Rakhmat Nur Hakim,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

Berdasarkan data Kontras, peristiwa yang terjadi pada tanggal 7-8 Desember 2014 ini setidaknya menewaskan empat orang anak, yakni Simeon Degei, Pius Youw, Okto Apinus Gobai dan Yulian Yeimo.

Peristiwa itu juga melukai 17 orang akibat dari tindakan pembunuhan dan penyiksaan yang dilakukan oleh aparat gabungan TNI-POLRI, yaitu Timsus 753.

"Karenanya Presiden harus mengambil sikap dan menggunakan kapasitas politiknya dalam kasus Paniai, karena Presiden memiliki tanggung jawab moril, hukum dan politik atas kasus ini. Mengingat, kasus Paniai terjadi di awal pemerintahan Joko Widodo yang sempat menyatakan untuk menaruh perhatian pada Papua," papar Dimas.

Ia melanjutkan, tindakan bolak-balik berkas merupakan salah satu pola negara untuk terus melakukan pengingkaran, penyangkalan dan pelarian terhadap kasus pelanggaran HAM berat.

Padahal, Presiden Joko Widodo secara tegas telah memberikan instruksi kepada Jaksa Agung untuk menindaklanjuti berkas penyelidikan Komnas HAM ke tahap penyidikan.

Dimas menambahkan, Presiden juga telah memastikan akan melakukan pemulihan korban dan keluarga korban, menginisiasi dialog damai, dan mengakhiri pendekatan keamanan atau militeristik untuk mencegah peristiwa–peristiwa serupa berulang di masa depan.

"Karenanya Jaksa Agung harus segera melakukan koordinasi yang baik dengan Komnas HAM untuk ke depannya tidak lagi mengulang proses birokratisasi hukum yang akan menambah duka korban dan keluarganya. Proses hukum untuk penyelesaian kasus Paniai berdarah harus segera dijalankan secara cepat," tutur dia.

Baca juga: Kejagung Nyatakan Berkas Paniai Belum Lengkap, Amnesty Harap Benar-benar Untuk Penyidikan

"Komisi Kejaksaan sebagai lembaga pengawas kinerja Kejaksaan Agung mengambil peran untuk mengawasi kinerja Kejaksaan Agung dalam proses penyelesaian kasus Paniai supaya tidak berangsur lama dan menjamin tidak adanya upaya yang menciderai independensi Kejaksaan Agung sebagai sebuah badan eksekutif," kata Dimas.

Kembalikan berkas penyelidikan

Kejaksaan Agung mengembalikan berkas penyelidikan Peristiwa Paniai di Papua kepada Komnas HAM karena dinilai belum memenuhi syarat formil dan materiil, Kamis (19/3/2020) kemarin.

“Tim jaksa penyidik pada Direktorat HAM Berat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung RI, telah mengembalikan berkas penyelidikan kasus dugaan pelanggaran HAM berat dalam peristiwa di Paniai, Papua kepada Komnas HAM selaku penyelidik,” ungkap Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Hari Setiyono melalui keterangan tertulis, Jumat (20/3/2020).

 

Sebelumnya, Komnas HAM menyerahkan berkas penyelidikan peristiwa tersebut ke Kejaksaan Agung pada 11 Februari 2020.

Baca juga: Kejagung Sebut Berkas Kasus Paniai Tak Penuhi, Ini Kata Komnas HAM

Kejagung beralasan, kekurangan yang cukup signifikan dinilai berada pada kelengkapan materiil berkas.

Hari mengatakan, hasil penyelidikan belum memenuhi unsur pada pasal yang akan disangkakan pada Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Azasi Manusia (Pengadilan HAM).

“Kekurangan yang cukup signifikan ada pada kelengkapan materiil karena belum terpenuhinya seluruh unsur pasal yang akan disangkakan yaitu Pasal 9 Undang Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Azasi Manusia (Pengadilan HAM),” ucapnya.

Baca juga: Komnas HAM Tetapkan Peristiwa Paniai Masuk Pelanggaran HAM Berat

Komnas HAM sendiri menetapkan Peristiwa Paniai pada 7-8 Desember 2014 sebagai peristiwa pelanggaran HAM berat.

Hal ini diputuskan dalam Sidang Paripurna Khusus Komnas HAM pada 3 Februari 2020.

Keputusan paripurna khusus tersebut berdasarkan hasil penyelidikan oleh Tim Ad Hoc, yang bekerja selama 5 tahun mulai dari tahun 2015 hingga 2020.

Dalam Peristiwa Paniai, terjadi kekerasan penduduk sipil yang mengakibatkan empat orang yang berusia 17-18 tahun meninggal dunia akibat luka tembak dan luka tusuk. Kemudian, 21 orang lainnya mengalami luka penganiayaan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

Nasional
Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com