Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar: DPR Harus Patuh soal Keserentakan Pilpres, Pemilihan DPR dan DPD

Kompas.com - 28/02/2020, 19:29 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli Hukum Tata Negara Feri Amsari mengatakan, dalam mendesain sistem pemilihan umum ke depan, pembuat undang-undang harus patuh pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Pasalnya, MK baru saja membuat putusan yang menegaskan bahwa pemilu serentak harus menggabungkan antara pemilihan presiden-wakil presiden, anggota DPR dan DPD. Keputusan itu bersifat final dan mengikat.

Dengan demikian, DPR sebagai pembuat undang-undang tidak boleh keluar dari konsep itu.

"DPR sebagai pembuat undang-undang harus sesuai dengan enam model yang sudah ditentukan MK itu dalam memastikan keserentakan proses penyelenggaraan pemilu ke depannya," kata Feri kepada Kompas.com, Jumat (28/2/2020).

Baca juga: MK Sarankan 6 Model Pelaksanaan Pemilu Serentak

Selain menegaskan bahwa pemilu serentak dilaksanakan dengan menggabungkan pilpres, pemilihan DPR dan DPD, MK juga memberikan enam model yang bisa digunakan oleh pembuat undang-undang mendesain pemilu.

Model pertama, pemilu serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, presiden dan wakil presiden, dan pemilihan anggota DPRD.

Kedua, pemilu serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, presiden dan wakil presiden, gubernur, bupati/walikota.

Ketiga, pemilu serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, presiden dan wakil presiden, anggota DPRD, gubernur, dan bupati/walikota.

Baca juga: MK Putuskan Pilpres Digelar Serentak dengan Pemilihan DPR dan DPD

Keempat, pemilu serentak nasional untuk memilih anggota DPR, DPD, presiden dan wakil presiden, dan beberapa waktu setelahnya dilakukan pemilihan umum serentak lokal untuk memilih anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, pemilihan gubernur, dan bupati/walikota.

Kelima, pemilu serentak nasional untuk memilih anggota DPR, DPD, presiden dan wakil presiden, dan beberapa waktu setelahnya dilaksanakan pemilu serentak provinsi untuk memilih anggota DPRD provinsi, gubernur, dan kemudian beberapa waktu setelahnya dilakukan pemilu serentak kabupaten/kota untuk memilih DPRD kabupaten/kota dan memilih bupati/walikota.

Terakhir, pilihan-pilihan lainnya sepanjang tetap menjaga sifat keserentakan pemilihan umum untuk memilih anggota DPR, DPD, dan presiden dan wakil presiden.

Baca juga: Perludem Nilai Putusan MK Bukan Berarti Pemilu Harus 5 kotak Suara

Menurut Feri, meski MK memberi sejumlah pilihan, DPR harus mempertimbangkan banyak hal untuk menentukan model yang dipilih.

Jangan sampai, pemilu ke depan justru didesain tidak efektif dan menyulitkan penyelenggara.

"Pembuat undang-undang juga harus mempertimbangkan itu, tidak kemudian asal konstitusional lalu kemudian dijadikan pilihan. Jadi selain dia konstitusional juga baik untuk diterapkan," ujarnya.

Baca juga: Ini Usul Perludem soal Pelaksanaan Pemilu 2024 agar Tak jadi Beban Penyelenggara

Dari enam model yang diberikan oleh MK, Feri menilai, yang paling ideal adalah membagi pemilu menjadi dua, yaitu pemilu nasional dan lokal.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Resmikan Warung NKRI Digital, BNPT Ingatkan Semua Pihak Ciptakan Kemandirian Mitra Deradikalisasi

Resmikan Warung NKRI Digital, BNPT Ingatkan Semua Pihak Ciptakan Kemandirian Mitra Deradikalisasi

Nasional
Klaim Ada Perpindahan Suara ke PKB, PKN, dan Garuda, PPP Minta PSU di Papua Pegunungan

Klaim Ada Perpindahan Suara ke PKB, PKN, dan Garuda, PPP Minta PSU di Papua Pegunungan

Nasional
Berkaca Kasus Brigadir RAT, Kompolnas Minta Polri Evaluasi Penugasan Tak Sesuai Prosedur

Berkaca Kasus Brigadir RAT, Kompolnas Minta Polri Evaluasi Penugasan Tak Sesuai Prosedur

Nasional
Hakim MK Singgung Timnas di Sidang Pileg: Kalau Semangat Kayak Gini, Kita Enggak Kalah 2-1

Hakim MK Singgung Timnas di Sidang Pileg: Kalau Semangat Kayak Gini, Kita Enggak Kalah 2-1

Nasional
Caleg PDI-P Hadiri Sidang Sengketa Pileg secara Daring karena Bandara Sam Ratulangi Ditutup

Caleg PDI-P Hadiri Sidang Sengketa Pileg secara Daring karena Bandara Sam Ratulangi Ditutup

Nasional
Ketum PGI: 17 Kali Jokowi ke Papua, tapi Hanya Bertemu Pihak Pro Jakarta

Ketum PGI: 17 Kali Jokowi ke Papua, tapi Hanya Bertemu Pihak Pro Jakarta

Nasional
Kasus Brigadir RAT, Beda Keterangan Keluarga dan Polisi, Atasan Harus Diperiksa

Kasus Brigadir RAT, Beda Keterangan Keluarga dan Polisi, Atasan Harus Diperiksa

Nasional
KPK Ancam Pidana Pihak yang Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

KPK Ancam Pidana Pihak yang Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

Nasional
195.917 Visa Jemaah Haji Indonesia Sudah Terbit

195.917 Visa Jemaah Haji Indonesia Sudah Terbit

Nasional
Sukseskan Perhelatan 10th World Water Forum, BNPT Adakan Asesmen dan Sosialisasi Perlindungan Objek Vital di Bali

Sukseskan Perhelatan 10th World Water Forum, BNPT Adakan Asesmen dan Sosialisasi Perlindungan Objek Vital di Bali

Nasional
Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Nasional
Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Semua Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Semua Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Nasional
Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Nasional
Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Nasional
PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com