Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal RUU Ketahanan Keluarga, Pakar: Tak Etis Negara Atur Keluarga

Kompas.com - 22/02/2020, 17:53 WIB
Dian Erika Nugraheny,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti mengatakan, tidak etis jika negara masuk dalam pengaturan soal keluarga.

Menurutnya, negara sudah terlalu jauh mencampuri kehidupan keluarga jika mengaturnya lewat peraturan perundang-undangan.

"Itu tidak etis ya (mengatur keluarga lewat UU). Dalam ilmu hukum kan juga mempelajari berbagai norma, misal norma kesusilaan, norma hukum. Itu tidak semua bisa diatur dengan undang-undang, " ujar Bivitri usai mengisi diskusi di bilangan Senayan, Jakarta Pusat, Sabtu (22/2/2020).

Baca juga: Baleg DPR Buka Kemungkinan RUU Ketahanan Keluarga Digabungkan dengan UU Lain

Sebab, ketika negara mengatur norma-norma itu lewat hukum hukum positif artinya akan ada berbagai sanksi.

"Ketika itu sebenarnya negara sudah masuk ikut campur," lanjutnya.

Dalam konteks RUU Ketahanan Keluarga, Bivitri mengingatkan, tidak semua persoalan sosial harus diselesaikan dengan aturan perundangan.

Sebab, ada penyelesaian lain untuk berbagai persoalan sosial, misalnya lewat pendidikan.

Baca juga: Tolak RUU Ketahanan Keluarga, Komnas Perempuan Minta DPR Selesaikan RUU PKS

Selain itu, jika persoalan keluarga diatur dalam hukum, menurut Bivitri sama halnya dengan menilai masyarakat Indonesia homogen.

"Asumsi yang seperti itu saja sudah bermasalah, karena masyarakat tidak homogen untuk hal-hal yang sifatnya kesusilaan, kesopanan seperti itu (norma keluarga)," lanjut Bivitri.

Diberitakan, RUU Ketahanan Keluarga diusulkan oleh lima anggota DPR.

Kelimanya yaitu anggota Fraksi PKS Ledia Hanifa dan Netty Prasetiyani, anggota Fraksi Gerindra Sodik Mujahid, anggota Fraksi Golkar Endang Maria Astuti, dan anggota Fraksi PAN Ali Taher.

Baca juga: Ramai Dikritik, PKS Sebut RUU Ketahanan Keluarga demi Generasi yang Lebih Baik

Belakangan Endang Maria menyatakan menarik diri sebagai pengusul RUU ini.

Ia mengaku, bahwa RUU ini merupakan usulan pribadi, bukan fraksi.

“Sebetulnya itu usulan pribadi dan memang sudah ditarik,” kata Endang kepada wartawan, Kamis (20/2/2020).

Ia mengaku, usulan RUU ini berangkat dari keprihatinannya atas maraknya praktik seks bebas hingga penggunaan narkoba di kalangan anak-anak dan remaja.

Padahal, seharusnya hal-hal tersebut dapat dicegah, dan pencegahan itu dimulai dari level keluarga.

Baca juga: Soal Ketahanan Keluarga, Maruf: Apakah Harus Diselesaikan dengan Undang-undang

Sementara itu, Ali Taher menyatakan, tak mempersoalkan bila RUU ini tak jadi dibahas.

Hanya, ia meminta, agar substansi di dalam RUU ini tidak ditarik ke ranah agama tertentu.

“Jangan anda melihat bahwa ini seolah-olah undang-undang ini adalah undang-undang Hukum Islam atau undang-undang yang memiliki kepentingan tertentu. Tidak ada. Enggak jadi juga enggak apa-apa,” ujarnya.

Ia menegaskan bahwa RUU ini dirancang untuk memberikan perlindungan bagi keluarga. Sebab, banyak persoalan rumah tangga yang tidak disentuh lewat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Panglima TNI Kunjungi Markas Pasukan Khusus AD Australia di Perth

Panglima TNI Kunjungi Markas Pasukan Khusus AD Australia di Perth

Nasional
Spesifikasi Rudal Exocet MM40 dan C-802 yang Ditembakkan TNI AL saat Latihan di Bali

Spesifikasi Rudal Exocet MM40 dan C-802 yang Ditembakkan TNI AL saat Latihan di Bali

Nasional
Dubes Palestina Yakin Dukungan Indonesia Tak Berubah Saat Prabowo Dilantik Jadi Presiden

Dubes Palestina Yakin Dukungan Indonesia Tak Berubah Saat Prabowo Dilantik Jadi Presiden

Nasional
Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Nasional
Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Nasional
DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

Nasional
Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Nasional
Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Nasional
Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

Nasional
DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

Nasional
Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Nasional
Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Nasional
Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com