Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Istana: Kemungkinan WNI Teroris Lintas Batas Menyusup ke Indonesia

Kompas.com - 14/02/2020, 11:16 WIB
Ihsanuddin,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Staf Khusus Presiden Diaz Hendropriyono menyebutkan, ada kemungkinan warga negara Indonesia eks ISIS atau teroris lintas batas di luar negeri mencoba untuk kembali ke Tanah Air dengan cara ilegal.

Menurut dia, hal itu bisa terjadi apabila mereka dideportasi oleh negara di mana mereka mengungsi.

"Ada kemungkinan mereka dapat dideportasi atau menyusup (ke Indonesia) lewat jalur yang minim pengawasan," kata Diaz kepada wartawan, Jumat (14/2/2020).

Baca juga: Imparsial: Anak-anak WNI Terduga Teroris yang Dipulangkan Harus Dideradikalisasi

Oleh karena itu, Diaz menilai pembicaraan terkait setuju atau tidak setuju pemulangan WNI yang gabung dengan ISIS atau organisasi teror lainnya seharusnya sudah tidak perlu dilanjutkan lagi.

Saat ini, lebih baik semua pihak fokus kepada persiapan internal.

"Kita harus waspada, dan harus menyiagakan aparat berwajib untuk melakukan kontrol penuh di seluruh pintu masuk negara. Blokir semua jalur masuk," ujar dia.

Ketua Umum Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) ini sekaligus mengatakan bahwa aspek hukum dan sosial harus dipersiapkan dengan baik.

Baca juga: Istana Tegaskan WNI Teroris Lintas Batas yang Pulang Akan Diadili

"Secara hukum, kita butuh payung hukum yang jelas mengenai deradikalisasi karena saat ini sifatnya belum diwajibkan kepada eks simpatisan," ujar Diaz.

"Kedua, secara sosial harus memastikan bahwa masyarakat umum siap menerima kembali Eks WNI simpatisan ISIS yang telah lulus program deradikalisasi," lanjut dia.

Pemerintah sebelumnya sudah memutuskan untuk tidak memulangkan WNI eks ISIS atau teroris pelintas batas yang saat ini berada di sejumlah negara di timur tengah.
Keputusan ini diambil dalam rapat terbatas yang dipimpin langsung Presiden Joko Widodo di Istana Bogor, Selasa (11/2/2020).

Keputusan tersebut diambil untuk menjamin rasa aman dan nyaman bagi warga negara di Indonesia.

Baca juga: Mahfud: Jokowi Harus Keluarkan Keppres jika Ingin Cabut Status WNI Terduga Teroris

Namun, pemerintah tetap membuka opsi memulangkan anak-anak dari WNI teroris pelintas batas (FTF) dan terduga eks ISIS ke Indonesia.

Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengatakan, pemerintah akan mempertimbangkan untuk memulangkan anak-anak yang mengikuti kepala keluarganya menjadi bagian dari terduga teroris lintas batas.

"Untuk anak-anak terutama, khususnya anak yatim piatu dan di bawah 10 tahun. Itu masih kita pertimbangkan, kita kaji lebih dalam (untuk dipulangkan)," ujar Ma'ruf di Kantor Wapres, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Kamis (13/2/2020).

Wapres Ma'ruf Amin menekankan, satu-satunya pertimbangan yang mengarah pada keputusan untuk memulangkan mereka adalah kemanusiaan.

Baca juga: Anak Yatim Piatu Teroris Lintas Batas Diutamakan untuk Dipulangkan

Namun, apabila mereka dipulangkan, pemerintah pun harus siap memasukkan anak-anak itu ke dalam program deradikalisasi.

Tujuannya, untuk mengikis paham radikal dan pada akhirnya dapat hidup dengan normal di tengah masyarakat.

"Jangan sampai anak yang masih atau sudah terprovokasi (paham radikalisme) nanti pada suatu saat bisa muncul lagi," kata Wapres Ma'ruf Amin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Keberatan Ditertibkan, Juru Parkir Minimarket: Cari Kerjaan Kan Susah...

Keberatan Ditertibkan, Juru Parkir Minimarket: Cari Kerjaan Kan Susah...

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com