JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan, Presiden Joko Widodo harus mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) jika ingin menggugurkan status kewarganegaraan WNI terduga teroris pelintas batas eks ISIS.
Menurut Mahfud, hal itu sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor Nomor 2 Tahun 2007 tentang Tata Cara Memperoleh, Kehilangan, Pembatalan, dan memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia.
Dalam PP tersebut diatur pencabutan kewarganegaraan bisa dilakukan oleh presiden melalui proses hukum administrasi.
"Cuma kan harus ada proses administrasinya, hukum administrasi itu diatur di Pasal 32, 33 bahwa itu nanti menteri memeriksa ya sesudah oke serahkan presiden, presiden mengeluarkan (Keppres) itu proses hukum namanya proses hukum administasi jadi bukan proses pengadilan," kata Mahfud di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (13/2/2020).
Baca juga: Istana: Teroris Lintas Batas dan Eks ISIS dari Indonesia Stateless
Mahfud tidak mengetahui berapa lama Keppres terkait pengguguran status WNI untuk terduga teroris pelintas batas bisa dikeluarkan.
Sebab, proses itu tergantung Jokowi sebagai pimpinan negara.
Sebelumnya, Mahfud MD juga menjelaskan mekanisme hilangnya kewarganegaraan bagi WNI.
"Menurut Undang-undang orang kehilangan status kewarganegaraannya dengan beberapa alasan, antara lain ikut dalam kegiatan tentara asing. Itu menurut Undang-undang (Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan) pasal 23 ayat 1 butir d," kata Mahfud.
Baca juga: Mahfud MD: Jangan Pertentangkan Saya dengan Pak Moeldoko
Ia menjelaskan lagi, berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2 Tahun 2007 tentang Tata Cara Memperoleh, Kehilangan, Pembatalan, dan memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia diatur pencabutan kewarganegaraan harus dilakukan oleh presiden melalui proses hukum administrasi.
"Jadi jangan mempertentangkan saya dengan Pak Moeldoko, Pak Moeldoko bener kehilangan status kewarganegaraan secara otomatis," ungkapnya.
"Cuma kan harus ada proses administrasinya, hukum administrasi itu diatur di Pasal 32, 33 bahwa itu nanti menteri memeriksa ya sesudah oke serahkan presiden," ujarnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.