Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wacana Pemulangan WNI Eks ISIS: Polemik dan Rencana Pemerintah

Kompas.com - 10/02/2020, 07:40 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

Jika pemerintah menolak memulangkan WNI eks ISIS, kata Taufan, ada opsi yang bisa ditempuh dengan memberlakukan undang-undang yang memungkinkan status kewarganegaraan seseorang dihapuskan.

"Bisa nggak kita bikin kebijakan untuk dikeluarkan dari kewarganegaraan indonesia?," ujar Taufan.

Baca juga: Soal Wacana Pemulangan WNI Eks ISIS, Komnas HAM: Pemerintah Harus Urus

Jika langkah itu hendak ditempuh, lanjut dia, pemerintah bisa mencontoh Inggris dan Jerman.

Kedua negara itu sudah lebih dulu memberlakukan aturan penghapusan status kewarganegaraan bagi warganya yang terlibat terorisme.

Namun demikian, jika aturan ini dibuat, pemerintah harus siap mendapat kecaman dari dunia internasional, sebagaimana kritik yang dulu diterima Inggris dan Jerman.

"Ada potensi kecaman internasional. Kenapa, kalian Indonesia misalnya membuat satu kebijakan yang menimbulkan ada warga negara kalian yang stateless," katanya.

Baca juga: Soal Rencana Pemulangan WNI Eks ISIS, Mahfud MD: Saya Curiga Ini untuk Mengalihkan Isu

Oleh karenanya, untuk mengambil keputusan terkait wacana pemulangan WNI eks ISIS ini, Taufan meminta supaya pemerintah cermat dan memikirkan matang-matang segala kemungkinan.

3. Bisa menolak

Meski begitu, Ahmad Taufan Damanik mengatakan, persoalan ini tak bisa disikapi secara hitam dan putih.

Namun, sepanjang landasan hukumnya jelas, tidak masalah jika pada akhirnya pemerintah memutuskan untuk menolak pemulangan WNI eks ISIS itu.

"Sepanjang landasan hukumnya jelas, internasional juga bisa memahaminya ya nggak ada masalah, itu pilihannya," kata dia.

Baca juga: Pemerintah Akan Mendata WNI Eks ISIS Sebelum Putuskan Wacana Pemulangan

Taufan mengatakan, jika penolakan adalah keputusan yang akan pemerintah ambil, sudah pasti hal ini akan menuai kritik.

Namun demikian, hal yang sama pun terjadi di negara-negara yang pernah menghadapi polemik serupa.

Paling penting, pemerintah punya argumen hukum yang kuat terhadap keputusan yang nantinya mereka ambil.

"Pemerintah harus cermat tapi nggak boleh berlama-lama. Kan jadi polemik politik, ini bukan isu politik, ini isu hukum. Ini bukan soal kemanusiaan, ini isu hukum," ujar Taufan.

4. Beri waktu

Sementara itu, Tenaga Ahli Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Ali Mochtar Ngabalin meminta masyarakat tak berpolemik soal wacana pemulangan WNI eks anggota ISIS.

Tenaga Ahli Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Ali Mochtar Ngabalin usai sebuah diskusi di kawasan Gondangdia, Jakarta Pusat, Minggu (9/2/2020).Kompas.com/Fitria Chusna Farisa Tenaga Ahli Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Ali Mochtar Ngabalin usai sebuah diskusi di kawasan Gondangdia, Jakarta Pusat, Minggu (9/2/2020).

Sebab, wacana tersebut hingga saat ini masih terus dibahas oleh pemerintah.

"Biarlah ini menjadi pembahasan tingkat pemerintah, sehingga mohon maaf tidak boleh ada orang yang desak-desak pemerintah untuk urusan ini," kata Ngabalin dalam sebuah diskusi di kawasan Gondangdia, Jakarta Pusat, Minggu (9/2/2020).

Baca juga: Komnas HAM Minta Pemerintah Profiling WNI Terduga Teroris Lintas Batas

Ngabalin mengatakan, pemerintah saat ini tengah menimbang segala kemungkinan terkait wacana tersebut.

Menghadapi persoalan ini, kata dia, tidaklah mudah karena banyak hal yang harus dipikirkan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com