Salin Artikel

Wacana Pemulangan WNI Eks ISIS: Polemik dan Rencana Pemerintah

Menteri Agama Fachrul Razi menyampaikan, ada sekitar 600 WNI terduga teroris lintas batas yang akan dipulangkan ke Tanah Air.

Informasi rencana pemulangan WNI eks ISIS itu diperoleh Fachrul dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

Namun, wacana ini menimbulkan banyak penolakan.

Bagaimana langkah pemerintah ke depan?

1. Tanggung jawab negara

Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mengatakan, sepanjang orang itu masih dikategorikan sebagai WNI, Indonesia masih punya tanggung jawab mengurus warga tersebut.

"Siapapun dia, sepanjang dia masih dalam kategori WNI, maka Indonesia harus mengurusnya, tanggung jawab," kata Taufan dalam sebuah diskusi di kawasan Gondangdia, Jakarta Pusat, Minggu (9/2/2020).

Taufan mengatakan, tanggung jawab pemerintah tidak harus dalam bentuk memulangkan WNI tersebut ke Tanah Air.

Wacana pemulangan itu justru harus lebih dulu dikaji secara cermat dan dipertimbangkan segala baik dan buruknya.

Yang jelas, pemerintah harus mencarikan solusi dan tidak lepas tangan terkait hal ini.

"Diurus itu kan bukan berarti pro," ujar Taufan.

Taufan lalu menyinggung soal prosedur hukum terdakwa bom Thamrin Aman Abdurrahman. Sebesar apapun kejahatan yang dilakukan oleh dia, negara tetap mengurus dengan memberlakukan prosedur hukum terhadap Aman.

Taufan juga mengungkit kasus Reynhard Sinaga yang divonis 30 tahun penjara atas kasus perkosaan.

Menurut dia, dalam kasus itu pemerintah Indonesia tetap mengambil peran untuk memastikan hukum berjalan adil pada Reynhard.

Oleh karenanya, dalam kasus ini pemerintah juga harus punya solusi dan tak bisa lepas dari tanggung jawab mengurus para WNI.

"Supaya ada koridor-koridor hukum dan HAM yang benar," kata dia.

2. Tetap WNI

Ahmad Taufan Damanik menyebut, Indonesia tidak punya landasan hukum yang mengatur penghapusan status kewarganegaraan bagi warganya yang terlibat terorisme.

Sepanjang seseorang masih memenuhi syarat sebagai seorang warga negara dan sekalipun ia pernah terlibat terorisme, pemerintah harus tetap bertanggung jawab terhadap mereka.

"Dalam undang-undang kewarganegaraan kita, tentang itu (penghapusan kewarganegaraan) nggak ada," kata Taufan.

Jika pemerintah menolak memulangkan WNI eks ISIS, kata Taufan, ada opsi yang bisa ditempuh dengan memberlakukan undang-undang yang memungkinkan status kewarganegaraan seseorang dihapuskan.

"Bisa nggak kita bikin kebijakan untuk dikeluarkan dari kewarganegaraan indonesia?," ujar Taufan.

Jika langkah itu hendak ditempuh, lanjut dia, pemerintah bisa mencontoh Inggris dan Jerman.

Kedua negara itu sudah lebih dulu memberlakukan aturan penghapusan status kewarganegaraan bagi warganya yang terlibat terorisme.

Namun demikian, jika aturan ini dibuat, pemerintah harus siap mendapat kecaman dari dunia internasional, sebagaimana kritik yang dulu diterima Inggris dan Jerman.

"Ada potensi kecaman internasional. Kenapa, kalian Indonesia misalnya membuat satu kebijakan yang menimbulkan ada warga negara kalian yang stateless," katanya.

Oleh karenanya, untuk mengambil keputusan terkait wacana pemulangan WNI eks ISIS ini, Taufan meminta supaya pemerintah cermat dan memikirkan matang-matang segala kemungkinan.

3. Bisa menolak

Meski begitu, Ahmad Taufan Damanik mengatakan, persoalan ini tak bisa disikapi secara hitam dan putih.

Namun, sepanjang landasan hukumnya jelas, tidak masalah jika pada akhirnya pemerintah memutuskan untuk menolak pemulangan WNI eks ISIS itu.

"Sepanjang landasan hukumnya jelas, internasional juga bisa memahaminya ya nggak ada masalah, itu pilihannya," kata dia.

Taufan mengatakan, jika penolakan adalah keputusan yang akan pemerintah ambil, sudah pasti hal ini akan menuai kritik.

Namun demikian, hal yang sama pun terjadi di negara-negara yang pernah menghadapi polemik serupa.

Paling penting, pemerintah punya argumen hukum yang kuat terhadap keputusan yang nantinya mereka ambil.

"Pemerintah harus cermat tapi nggak boleh berlama-lama. Kan jadi polemik politik, ini bukan isu politik, ini isu hukum. Ini bukan soal kemanusiaan, ini isu hukum," ujar Taufan.

4. Beri waktu

Sementara itu, Tenaga Ahli Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Ali Mochtar Ngabalin meminta masyarakat tak berpolemik soal wacana pemulangan WNI eks anggota ISIS.

Sebab, wacana tersebut hingga saat ini masih terus dibahas oleh pemerintah.

"Biarlah ini menjadi pembahasan tingkat pemerintah, sehingga mohon maaf tidak boleh ada orang yang desak-desak pemerintah untuk urusan ini," kata Ngabalin dalam sebuah diskusi di kawasan Gondangdia, Jakarta Pusat, Minggu (9/2/2020).

Ngabalin mengatakan, pemerintah saat ini tengah menimbang segala kemungkinan terkait wacana tersebut.

Menghadapi persoalan ini, kata dia, tidaklah mudah karena banyak hal yang harus dipikirkan.

Oleh karenanya, alih-alih berpolemik atau mendesak pemerintah ambil keputusan, Ngabalin meminta publik memberi waktu ke Presiden Jokowi dan jajarannya.

"Namanya juga negara demokrasi, namanya juga pemerintahan. Karena ada aturannya memang, ini yang sedang dipertimbangkan dan dipelajari. Pemerintah akan konsentrasi, kasih waktu saja," kata dia.

5. Dua draf

Hingga saat ini, kata Ngabalin, pemerintah punya dua draf terkait wacana pemulangan WNI eks ISIS.

Draf pertama, pemerintah menerima kembali seluruh WNI itu. Sedangkan draf kedua pemerintah menolak pemulangan seluruhnya.

Jika pemerintah menolak, harus ada landasan hukum yang kuat. Demikian pun jika 600 WNI itu diterima, harus ada argumentasi undang-undangnya hingga potensi bahayanya bagi negara.

"Kalaulah pemerintah dengan draf usulan itu terkait dengan penolakan maka penolakan itu harus ada argumentasinya ada regulasi 1, 2, 3, 4, 5," ujar Ngabalin.

"Kalau harus menerima maka apa argumentasinya terkait dengan UU, peraturan, atau terkait dengan semua kenyataan terkait dengan penolakannya, berbahaya bagi kepentingan bangsa dan negara, kemudian legacy buruk pemerintah rakyat Indonesia," lanjutnya.

6. Pendataan

Bersamaan dengan penyusunan draf, Ngabalin menyebut pemerintah saat ini juga tengah mendata seluruh WNI yang pernah terlibat terorisme.

Menurut dia, hingga saat ini ada sekitar 600 WNI yang terkonfirmasi sebagai eks teroris, dan ada 1.800 orang yang tak terkonfirmasi.

"Sebagai negara, sebagai pemerintah, tidak mungkin dia hanya memonitor dari jauh, tentu masih lakukan cek satu-satu," kata Ngabalin.

Ngabalin mengatakan, pendataan itu meliputi hal-hal detail yang berkaitan dengan diri WNI. Tidak hanya WNI tersebut lahir, tinggal, dan sekolah di mana, tetapi juga seperti apa rekam jejak kehidupannya.

Hasil pendataan nantinya akan digunakan oleh pemerintah untuk mengambil keputusan apakah meneyetujui atau malah menolak wacana pemulangan WNI eks ISIS.

"Draf itu kan musti memuat (profiling WNI eks ISIS) supaya bapak presiden bisa mendapatkan informasi yang baik dan akurat kemudian summary-nya harus mantap dari draf-draf yang ada, kenapa begitu? Karena ini menjadi dokumen negara," ujar Ngabalin.

Proses pendataan ini, lanjut Ngabalin, perlu waktu yang tidak sebentar. Ditargetkan prosesnya akan selesai paling lambat Mei mendatang, bersamaan dengan selesainya dua draf yang kini juga tengah disusun oleh pemerintah.

Pada Juni 2020, diharapkan presiden sudah dapat mengambil keputusan soal wacana pemulangan WNI eks ISIS.

"Seberat apapun pasti presiden punya keputusan. Kalaupun nanti persoalan waktu kemudian bapak presiden punya pertimbangan-pertimbangan itu juga menjadi keputusan kan," kata Ngabalin.

https://nasional.kompas.com/read/2020/02/10/07400141/wacana-pemulangan-wni-eks-isis-polemik-dan-rencana-pemerintah

Terkini Lainnya

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Nasional
Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang 'Hoaks'

Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang "Hoaks"

Nasional
Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok 'Kepedasan' di Level 2

Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok "Kepedasan" di Level 2

Nasional
Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Nasional
Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Nasional
Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Nasional
May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

Nasional
Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Nasional
Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran 'Game Online' Mengandung Kekerasan

Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran "Game Online" Mengandung Kekerasan

Nasional
Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi 'May Day', Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi "May Day", Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Nasional
Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi 'May Day' di Istana

Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi "May Day" di Istana

Nasional
Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Nasional
Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Nasional
Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Nasional
Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke