JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Ombudsman Republik Indonesia Alamsyah Saragih mengkritik sikap pemerintah yang terkesan tertutup dalam proses penyusunan draf omnibus law.
Hal itu ia sampaikan lantaran Ombudsman mendapat keluhan dari berbagai elemen masyarakat terkait substansi omnibus law.
"Kami menilai sebelum (draf) dibawa ke DPR sebaiknya dibahas dulu (bersama semua pihak). Jangan kayak bikin undang-undang (UU) kemarin yang kemudian semua orang turun, sampai mahasiswa dan anak STM turun (berdemonstrasi)," ujar Alamsyah dalam diskusi di Kantor Komnas-HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (30/1/2020).
Baca juga: Ombudsman: Anggota Satgas Diminta Rahasiakan Draf Omnibus Law
Kondisi seperti itu menurut dia tidak baik untuk masyarakat.
Alamsyah menuturkan, hingga saat ini masyarakat sipil, perwakilan organisasi pekerja hingga individu yang masuk dalam satgas omnibus law menyampaikan berbagai keluhan soal aturan tersebut.
Garis besar keluhan pun sama, yakni masyarakat tak memiliki akses untuk mengkaji substansi dari poin aturan omnibus law.
Bahkan ada yang diminta merahasiakan draf aturan yang diklaim akan menyederhanakan berbagai aturan lain itu.
Baca juga: 6 Alasan KSPI Tolak Rancangan Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja
Belakangan, kata Alamsyah, sudah ada informasi bahwa penyusunan aturan tersebut hampir selesai.
Karena itu, pertanyaan publik semakin banyak ditujukan kepada Ombudsman.
"Banyak orang bertanya kepada kami, lalu saya bilang, saya tak berkepentingan untuk tahu lebih banyak. Lalu sampai pada akhirnya ada yang bilang, bukankah kalau pembentukan UU itu kan harus melibatkan banyak pihak ?" ungkapnya.
Alamsyah pun mengaku tidak paham dengan sikap pemerintah yang terkesan membahas omnibus law secara sembunyi-sembunyi.
Hingga saat ini, kata dia, Ombudsman tidak dilibatkan dalam penyusunan draf omnibus law.
Bahkan Ombudsman pernah mengalami penolakan oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko-Perekonomian) saat ingin mendapat informasi perihal omnibus law secara resmi.
"Institusi negara kan biasa (berdiskusi) dengan kami. Lalu menteri-menteri juga sering datang ke kami untuk konsultasi," tutur Alamsyah.
Baca juga: Ombudsman Mengaku Ditolak Kemenko-Perekonomian Saat Minta Informasi soal Omnibus Law
Lebih lanjut Alamsyah mengingatkan sebagaimana aturan dalam penyusunan peraturan UU, publik harus dilibatkan.
Artinya, pemerintah harus menerapkan asas partisipasi.
Namun, kata Alamsyah, partisipasi yang dimaksud bukan untuk mengakomodasi semua kepentingan.
"Bukan untuk mengakomodasi semua. Tapi, mengambil sesuatu yang bisa disepakati bersama. Kemudian dan bagi kelompok yang tidak diakomodasi maka dipikirkan skemanya," jelasnya.
"Itulah cara berdemokrasi. Kalau tidak bisa seperti itu jangan duduk di negara. Duduk saja di sektor lain," tambah Alamsyah menegaskan.
Baca juga: Aktivis Ungkap 12 Alasan Mengapa Menolak RUU Omnibus Law
Sementara itu, Presiden Joko Widodo berharap DPR RI bisa merampungkan pembahasan RUU Omnibus Law tentang Perpajakan dan Cipta Lapangan Kerja dalam waktu 100 hari kerja sejak draf aturan itu diserahkan oleh pemerintah.
Jokowi mengatakan, akan sangat mengapresiasi apabila para wakil rakyat dapat memenuhi harapannya itu.
"Kita harapkan dan sudah saya sampaikan pada DPR, mohon agar ini diselesaikan maksimal 100 hari," kata Jokowi saat menghadiri Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan di Jakarta, Kamis (16/1/2020).
"Saya akan angkat jempol, dua jempol kalau DPR selesaikan ini dalam 100 hari," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.