Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wacana Pembentukan Dewan Keamanan Nasional Melalui Perpres Tuai Kritik

Kompas.com - 27/01/2020, 16:54 WIB
Achmad Nasrudin Yahya,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi I DPR RI Charles Honoris menyayangkan wacana pembentukan Dewan Keamanan Nasional (DKN) akan dilakukan melalui peraturan presiden (perpres).

"Perpres memang kewenangan subyektif oleh eksekutif. Oleh karena itu sekali lagi agak disayangkan apabila memang akan membuat institusi baru yang akan diberikan akses dan punya peran sangat strategis tetapi hanya melibatkan subyektivitas pemerintah, ini yang sangat disayangkan," ujar Charles usai mengikuti diskusi di kantor Komnas HAM, Jakarta, Senin (27/1/2020).

Charles mengaku sejauh ini belum mengetahui konsep DKN yang ditawarkan pemerintah.

Berkaitan dengan konsep DKN, Charles menyodorkan model aturan tersebut dari negara Amerika Serikat dan Turki yang dapat diadopsi Pemerintah Indonesia.

Baca juga: Tolak Pembentukan DKN, Aktivis HAM Gelar Aksi #JanganORBALagi

Misalnya, Amerika Serikat. Negeri Abang Sam (AS) itu memiliki model DKN yang berisi anggota kabinet. Mereka dapat memberikan rekomendasi apabila terjadi krisis keamanan nasional.

Rekomendasi tersebut kemudian diberikan kepada presiden dan bisa memutuskan atas dasar rekomendasi DKN.

Jika Pemerintah Indonesia mengadopsi model seperti Amerika Serikat, kata Charles, maka DKN tak ubahnya rapat kabinet karena diisi oleh menteri-menteri maupun kepala lembaga negara.

Baca juga: Tak Ada Urgensi, Anggota Komisi I Tak Setuju Ada Dewan Keamanan Nasional

Sedangkan, model DKN ala Turki memiliki kewenangan operasional. Jika Pemerintah Indonesia mengadopsi DKN Turki, maka akan terjadi tumpang tindih fungsi lembaga negara.

"Apabila nantinya dibuat operasional, maka DKN akan tumpang tindih dengan kegiatan BIN, msalkan ketika diberi kewenangan operasional inteljen. Lalu siapa yang seharusnya melakukan itu, kan BIN sudah ada, lalu ada kepolisian yang melakukan penertiban di sektor keamanan," kata dia.

Di sisi lain, Charles menilai wacana DKN bukan berarti upaya pemerintah mengembalikan suasana rezim Orde Baru.

Pasalnya, era keterbukaan informasi saat ini memudahkan masyarakat untuk mengkritisi pemerintah.

Baca juga: Komnas HAM: Dewan Keamanan Nasional Mirip Kopkamtib di Rezim Orba

Karena itu, wacana DKN tak serta-merta dapat diasumsikan mengembalikan suasana Orde Baru.

"Jadi tidak juga mungkin bisa kembali ke zaman itu, tetapi tentu saja kita harus waspada, jangan sampai memberikan celah juga bisa seperti itu," kata Charles.

Diberitakan sebelumnya, pembentukan DKN sendiri akan dikeluarkan melalui peraturan presiden (perpres).

Adapun pendirian lembaga tersebut telah masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Nasional
Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com