Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

RUU KKR dan Upaya Ampuh Pemerintah Menuntaskan Pelanggaran HAM Berat

Kompas.com - 24/01/2020, 16:16 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Penuntasan Tragedi Semanggi I, 1998 silam, hingga saat ini belum menemui titik terang.

Demikian diungkapkan Arief Priyadi, orangtua B. R Norma Irawan (Wawan), mahasiswa Fakultas Ekonomi Akuntansi Semester 5, Universitas Katolik Atma Jaya Jakarta yang menjadi korban tragedi tersebut.

Dikutip dari buku 'Melawan Pengingkaran', Arief menuturkan, adanya benturan baru dalam penuntasan kasus Trisakti dan Semanggi I, setelah Panitia Khusus (Pansus) DPR pada 27 Juni 2001 menetapkan bahwa tragedi Trisakti dan Semanggi bukan pelanggaran berat HAM.

Ketika itu, pemerintah berinisiatif melimpahkan naskah Rancangan Undang-Undang tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (RUU KKR) ke DPR, sebagai salah satu cara penuntasan kasus pelanggaran HAM.

Baca juga: Mahfud: Belum Ada Putusan Tragedi Semanggi Pelanggaran HAM Berat atau Bukan

Namun, naskah RUU KKR lebih menitikberatkan rekonsiliasi dari pada mewujudkan keadilan bagi keluarga korban. Langkah pemerintah, menurut Arief, justru mewujudkan impunitas.

Impunitas adalah terbebaskannya pelaku dari sanksi hukum dan politik atas tindakan yang dilakukannya.

"Apalagi DPR yang akan melakukan pembahasan terhadap RUU tersebut adalah para anggota DPR periode sekarang. Mereka adalah wajah-wajah lama yang telah terbukti menelorkan Rekomendasi DPR yang menghalangi penuntasan kasus Trisakti dan Semanggi melalui Pengadilan HAM ad hoc," kata Arief.

Dalam naskah RUU KKR itu, keluarga korban diarahkan untuk memberikan pengampunan kepada pelaku pelanggaran HAM.

Jika keluarga korban tidak bersedia mengampuni, hal itu tidak menjadi persoalan. Sebab Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi bisa mengabaikannya.

Baca juga: Komnas HAM Siap Temui Jaksa Agung Bahas Tragedi Semanggi I dan II

"Bagaimana kami mau mengampuni, kalau para korban tidak pernah tahu siapa yang harus dimaafkan," ujar Arief.

Pemerintah mestinya punya kemauan untuk menyingkap kebenaran dan mewujudkan keadilan, termasuk membongkar berbagai kasus pelanggaran berat HAM atau tindakan kekerasan lainnya yang dilakukan oleh negara melalui aparatnya.

"Masalahnya adalah adakah niat pemerintah untuk mengungkap tuntas kasus kejahatan terhadap kemanusiaan masa lalu? RUU-KKR sangat potensial untuk menutup mata terhadap tuntutan keadilan dan pelurusan sejarah," ucapnya.

Mekanisme RUU KKR dalam Penuntasan Kasus HAM

Arief mengatakan, ada dua hal yang bisa terjadi apabila RUU KKR berhasil terlaksana dan gagal terlaksana.

Pertama, apabila RUU KKR berhasil dan pelaku mau mengakui kesalahan, korban memaafkan, permohonan amnesti dikabulkan,pemberian kompensasi-rehabilitasi-restitusi terlaksana dan kedua belah pihak menandatangani kesepakatan damai, maka rekonsiliasi berjalan mulus.

Baca juga: Jumat Kelam Tragedi Semanggi 1998, Perjalanan Mencekam Bertemu Wawan...

Kedua, jika RUU KKR gagal terlaksana yaitu pengakuan pelaku tidak jujur, korban tidak bersedia memaafkan dan Komisi juga tidak bisa menerima pengakuan pelaku, dan permohonan amnesti oleh pelaku ditolak, maka kasus tersebut dilimpahkan ke Pengadilan HAM ad hoc.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Deretan Mobil Mewah yang Disita di Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita di Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com