Sama halnya dengan kasus Eggi, hingga kini belum ada penjelasan lebih lanjut dari pihak Polda Metro Jaya dan Kejati DKI terkait pemeriksaan berkas perkara tersebut.
Kasus makar selanjutnya adalah kasus yang menjerat mantan Kapolda Metro Jaya Komjen (Purn) Muhammad Sofyan Jacob. Kasus tersebut merupakan pelimpahan Mabes Polri ke Polda Metro Jaya.
Sofyan ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan makar karena diduga ikut terlibat dalam permufakatan upaya makar dan penyebaran berita bohong di kediaman Prabowo Subianto di Jalan Kertanegara pada 17 April 2019.
Salah satu berita hoaks yang disebarkan Sofyan adalah dugaan kecurangan yang terjadi pada penyelenggaraan pemilu April 2019 lalu..
Pemeriksaan terakhir Sofyan dilakukan pada 17 Juni 2019. Namun, hingga kini polisi belum mengagendakan pemeriksaan lanjutan dengan alasan kondisi kesehatan Sofyan.
"Belum ada (agenda pemeriksaan lanjutan). Kami menunggu (hasil pemeriksaan) kesehatannya dulu ya," kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya saat itu yakni Kombes Argo Yuwono di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan.
Soenarko ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan kepemilikam senjata api ilegal oleh penyidik Mabes Polri pada Mei 2019 sehingga dia ditahan di Rutan POM Guntur, Jakarta Selatan.
Kala itu, Soenarko dinilai berpotensi mengancam keamanan negara karena kepemilikan senjata api yang diduga akan diselundupkan pada kerusuhan 22 Mei 2019.
Tak berselang lama, pada Juni 2019, Soenarko mengajukan permohonan penangguhan penahanan dengan penjamin Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan.
Baca juga: Saat Eggi Sudjana dan Mayjen TNI (Purn) Soenarko Kembali Terjerat Kasus Pidana
Penyidik Mabes Polri pun mengabulkan penangguhan penahanan Soenarko dan membebaskannya.
Empat bulan setelah dikabulkan penangguhan penahanan itu tepatnya pada Oktober 2019, Soenarko kembali terjerat kasus tindak pidana.
Kali ini, Soenarko diduga terlibat dalam perencanaan peledakan bom molotov saat aksi unjuk rasa mahasiswa di Pejompongan, Jakarta Pusat, pada 24 September 2019 lalu.
Kasus perencanaan peledakan bom molotov itu turut menjerat dosen nonaktif Institut Pertanian Bogor (IPB) Abdul Basith.
Abdul Basith juga merencanakan aksi peledakan menggunakan bom rakitan saat aksi Mujahid 212 di kawasan Istana Negara.
Berdasarkan keterangan tertulis yang diperoleh dari kepolisian, para tersangka perencanaan peledakan bom molotov itu berkumpul di rumah Soenarko di kawasan Ciputat, Tangerang Selatan pada 20 September 2019.
Namun, dalam setiap konferensi pers, polisi tidak secara terang-terangan menyebut nama Soenarko. Polisi selalu menggunakan inisial SN yang merujuk pada Soenarko.
"Pada 20 September 2019 pukul 23.00 WIB, pertemuan di rumah Mayjend (Purn) Soenarko di Ciputat," kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono saat menyebut secara jelas nama Soenarko dalam keterangan resminya.
Baca juga: Perencanan Peledakan Bom Molotov Dosen Nonaktif IPB Diadakan di Rumah Soenarko
Dalam pertemuan di rumah Soenarko itu, para tersangka membagi peran terkait siapa pembuat bom molotov hingga eksekutor saat aksi unjuk rasa 24 September.
"Pada rapat di Ciputat itu sudah terjadi permufakatan untuk membuat suatu kejahatan yaitu mendompleng unjuk rasa tanggal 24 September yaitu untuk membuat kaos (kerusuhan), pembakaran," ujar Argo.
Atas kasus tersebut, Soenarko juga telah ditetapkan sebagai tersangka. Saat ini, para tersangka yang terlibat dalam perencanaan bom molotov telah ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Polda Metro Jaya.
Para tersangka dijerat Pasal 187 bis Pasal 212 KUHP, Pasal 214 KUHP, dan Pasal 218 KUHP.
Mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat Mayjen (Purn) Kivlan Zen ditetapkan sebagai tersangka kasus makar dan kepemilikian senjata api ilegal untuk rencana pembunuhan tokoh nasional pada Juni 2019.
Atas perbuatannya, Kivlan pun ditahan di Rumah Tahanan Guntur, Jakarta Selatan.