Kasus dugaan kepemilikan senjata api yang menjerat Kivlan ini berkaitan dengan penetapan enam tersangka lainnya yang diduga menunggangi aksi unjuk rasa menolak hasil Pilpres 2019 di Jakarta pada 21-22 Mei 2019. Keenam tersangka tersebut berinisial HK, AZ, IR, TJ, AD, dan AF.
Kivlan Zen pernah mengajukan permohonan penangguhan penahanan dengan alasan kesehatan.
Baca juga: Dituduh Miliki Senjata Api Ilegal, Kivlan Zen: Pokoknya Saya Tidak Bersalah, Semua Rekayasa
Namun, polisi menolak pengajuan permohonan penangguhan penahanan Kivlan dengan alasan yang bersangkutan tidak kooperatif.
Kivlan juga sempat mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Namun, gugatannya ditolak.
Saat ini, kasus yang menjerat Kivlan telah masuk proses persidangan. Kivlam menjalani sidang pertamanya pada 10 September 2019 lalu.
Kivlan kini berstatus tahanan rumah sejak 12 Desember 2019 sampai 26 Desember 2019. Majelis hakim menetapkan Kivlan menjadi tahanan rumah atas permintaan kuasa hukum.
Atas perintah hakim, jaksa kemudian membawa Kivlan dari Rutan Polda Metro Jaya ke kediaman Kivlan di Gading Griya Lestari, Sukapura, Cilincing, Jakarta Utara.
Pada persidangan 18 Desember 2019 lalu, Kivlan membantah terlibat dalam kasus kepemilikkan senjata ilegal dan peluru tajam.
Dia justru menuding polisi dan mantan Menko Polhukam Wiranto merekayasa kasus kepemilikan senjata yang menjeratnya.
Kivlan sedianya membacakan eksepsi dalam sidang tersebut. Namun, sidang ditunda karena kondisi Kivlan sedang sakit.
"Pokoknya saya tidak bersalah. Semua rekayasa polisi sama Wiranto. Wiranto bilang pertemuan saya dengan Wiranto ini, Wiranto dan polisi. Polisi buat rekayasa pada pernyataan Iwan, Adnil dan semuanya saya tidak terlibat dalam masalah senjata," kata Kivlan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jalan Bungur Raya, Jakarta Pusat, Rabu (18/12/2019).
Kasus makar lainnya yang telah masuk tahap persidangan adalah kasus yang menjerat mahasiswa Papua terkait pengibaran bendera bintang kejora.
Polisi telah menetapkan enam tersangka terkait pengibaran bendera Bintang Kejora saat aksi unjuk rasa di depan Istana Negara, Jakarta pada 28 Agustus 2019 lalu.
Salah satu tersangka adalah Juru Bicara Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-WP), Paulus Suryanta Ginting (PSG).
Baca juga: Polisi Disebut Tak Beri Surat Penangkapan Saat Tangkap Mahasiswa Papua di Depok
Keenam tersangka dijerat pasal makar sebagaimana tercantum dalam Pasal 106 dan 110 KUHP.
Dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, keenam tersangka didakwa melakukan perbuatan makar.
Mereka didakwa dengan tiga berkas perkara. Perkara empat terdakwa menjadi satu berkas, yaitu Paulus Suryanta Ginting, Charles Kossay, Ambrosius Mulait, dan Isay Wenda.
Sementara, terdakwa Anes Tabuni dan Arina Elopere masing-masing satu berkas perkara terpisah.
Dalam surat dakwaan, Jaksa Penuntut Umum menilai keenam tersangka telah melakukan perbuatan makar saat menggelar demonstran di depan Markas Besar TNI Angkatan Darat dan di depan Istana Negara.
"Karena perbuatan itu para terdakwa melakukan makar dengan maksud untuk memisahkan Provinsi Papua dan Papua Barat dari Negara Kesatuan Republik Indonesia," ujar Jaksa Penuntut Umum, P Permana dalam dakwaan yang diterima Kompas.com, Jumat (20/12/2019).
Selanjutnya, keenam tersangka akan menjalani proses persidangan untuk mengetahui vonis hakim terhadap kasus dugaan makar yang menjeratnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.