Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW: Siapapun Dewan Pengawas yang ditunjuk Presiden, KPK Sudah Mati Suri

Kompas.com - 18/12/2019, 18:44 WIB
Deti Mega Purnamasari,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesian Corruption Watch (ICW) menilai bahwa siapapun yang ditunjuk Presiden Joko Widodo sebagai Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak bisa memperkuat lembaga antirasuah itu.

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan, siapapun sosok yang dipilih tak akan mengubah penilaian lembaganya bahwa Presiden Jokowi tak paham cara memperkuat KPK dengan adanya dewan pengawas.

"Siapapun yang ditunjuk oleh Presiden Jokowi untuk menjadi Dewan Pengawas KPK tidak akan mengurangi sedikit pun penilaian kami bahwa Presiden tak memahami bagaimana cara memperkuat KPK dan memang berniat untuk menghancurkannya," kata Kurnia kepada Kompas.com, Rabu (18/12/2019).

Kurnia menegaskan, ICW tetap bersikukuh menolak konsep Dewan Pengawas KPK secara keseluruhan.

Alasannya, karena secara teori KPK masuk ke dalam rumpun lembaga negara independen yang tak mengenal konsep dewan pengawas.

"Sebab yang terpenting dalam lembaga negara independen adalah membangun sistem pengawasan. Hal itu sudah dilakukan KPK dengan adanya Deputi Pengawas Internal dan Pengaduan Masyarakat," kata Kurnia

Baca juga: Jokowi Rampungkan Susunan Dewan Pengawas KPK, Ini Bocoran Latar Belakangnya

Kurnia mengatakan, dua kedeputian tersebut bahkan pernah menjatuhkan sanksi etik kepada dua pimpinan KPK saat itu, yakni Abraham Samad dan Saut Situmorang.

Apalagi, kata dia, dalam UU KPK lama sudah ditegaskan bahwa KPK diawasi oleh beberapa lembaga, antara lain Badan Pengawas Keuangan (BPK), DPR, dan Presiden sendiri.

Dengan demikian, ia pun mempertanyakan pengawasan apa yang diinginkan oleh negara terhadap KPK dengan membentuk dewan pengawas.

"Kemudian kewenangan dewan pengawas sangat berlebihan. Bagaimana mungkin tindakan pro justicia yang dilakukan oleh KPK harus meminta izin dari mereka? Sementara di saat yang sama, justru kewenangan pimpinan KPK sebagai penyidik dan penuntut dicabut oleh pembentuk UU," terang dia.

Baca juga: Lili Pintauli Berharap Dewan Pengawas Dukung Kerja Pimpinan KPK

Tidak hanya itu, ICW juga menilai bahwa kehadiran dewan pengawas dikhawatirkan sebagai bentuk intervensi pemerintah terhadap proses hukum yang berjalan di KPK.

Pasalnya, pemilihan dewan pengawas dalam UU KPK Nomor 19 Tahun 2019 itu dipilih pertama kali oleh Presiden.

"Jadi, siapapun yang dipilih Presiden untuk menjadi dewan pengawas tidak akan mengubah keadaan, karena waktu berlakunya UU KPK baru (17 Oktober 2019) kelembagaan KPK sudah 'mati suri'," kata dia.

"Pelemahan demi pelemahan terhadap KPK semakin menunjukkan bahwa pemerintah dan DPR memang tidak menginginkan negeri ini terbebas dari korupsi," tutup dia.

Baca juga: Albertina Ho, Artidjo, hingga Ruki Diusulkan Jadi Dewan Pengawas KPK

Diketahui, Presiden Joko Widodo menyebutkan sejumlah nama yang diusulkan sebagai calon anggota Dewan Pengawas KPK, mulai dari Taufiequerachman Ruki hingga hakim Albertina Ho.

"Dewan Pengawas KPK ya nama-nama sudah masuk, tapi belum difinalkan karena kan hanya lima, ada dari hakim, ada dari jaksa, ada dari mantan KPK, ada dari ekonom, ada dari akademisi, ada dari ahli pidana," kata Presiden Jokowi dalam diskusi dengan wartawan di Balikpapan, Rabu (18/12/2019), dikutip dari Antara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com