Nantinya, guru secara bebas dapat memilih, membuat, menggunakan, hingga mengembangkan format RPP.
Tiga komponen inti RPP nantinya terdiri atas tujuan dan kegiatan pembelajaran hingga asesmen.
Adapun penulisannya dilakukan secara efektif dan efisien sehingga guru memiliki cukup banyak wkatu untuk mempersiapkan mengevaluasi.
Baca juga: Hapus UN, Kemendikbud Prediksi Ratusan Miliar Dapat Dihemat
Terakhir, soal membuat zonasi lebih fleksibel saat penerimaan peserta didik baru (PPDB), nantinya akan mempertimbangkan akses dan kualitas di berbagai daerah.
Menurut Nadiem, komposisi PPDB jalur zonasi dapat menerima siswa minimal 50 persen, jalur afirmasi minima 15 persen, dan jalur pindahan maksimal 5 persen.
Sementara 30 persen sisanya diperuntukkan bagi jalur prestasi. Namun, hal itu menyesuaikan kondisi setiap daerah.
Mispersepsi
Kebijakan baru ini pun oleh sebagian disambut antusias. Tak sedikit masyarakat dan kalangan bahkan beranggapan bahwa Nadiem menghapus pelaksanaan UN melalui kebijakan barunya.
Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Didi Suprijadi, misalnya, mendukung wacana penghapusan UN tersebut.
Hanya, ia meminta Kemendikbud agar melakukan kajian lebih matang dan mendalam sebelum pelaksanaannya.
"Kalau misal dihilangkan sama sekali dan diganti dengan model lain boleh-boleh saja, tapi dengan catatan, jangan grasa-grusu karena ini kapal besar, orangnya banyak, menyangkut hajat hidup orang hanyak dan sebagainya," ujar Didi seusai diskusi bertajuk ‘Merdeka Belajar Merdeka UN’ di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (14/12/2019).
Baca juga: UN Dihapus, Politisi PDI-P: Kita Enggak Mau yang Kena Pak Jokowi Juga...
Dukungan juga diberikan komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti.
Menurut dia, untuk masuk ke jenjang yang lebih tinggi sudah tidak diperlukan lagi ujian nasional.
Ia menilai, wacana itu merupakan kabar baik bagi dunia pendidikan karena mendorong siswa untuk belajar, bukan menghafal. Pasalnya, metode UN selama ini justru hanya mendorong siswa untuk menghapal saja.
Jika UN dihapuskan, kata Retno, siswa akan terbiasa belajar menggunakan penalaran dalam belajar.
"Hasil riset menunjukkan bahwa guru-guru di Indonesia itu mengajar dengan pola yang tidak berubah selama 25 tahun terakhir, yaitu dengan cara ceramah, kemudian hafalan, kemudian menggunakan tes pilihan ganda. Itu sendiri kan yang dibangun oleh pemerintah melalui ujian nasional selama ini," ujar Retno dalam sebuah diskusi di kawasan Jakarta Selatan, 12 Desember lalu.
Baca juga: 12.000 Guru Gelar Apel Akbar, Sepakat UN Dihapus
Reaksi sebaliknya disampaikan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Menurut dia, penghapusan UN justru akan membuat siswa menjadi lemah.
"Kalau tidak ditantang, tidak diuji, tidak diajak kerja keras. Kan alasannya ada guru, orangtua, murid protes karena susah, sehingga dihapus. Lho, kalau mau bangsa hebat harus melewati hal yang susah," ujar Kalla seusai berbicara di acara Semiloka Nasional bertajuk Refleksi Implementasi Mediasi di Indonesia di Hotel Sultan, Jakarta Pusat, 12 November lalu.
Sementara itu, Ketua DPR Puan Maharani berharap agar Nadiem tidak terburu-buru dalam mengambil kebijakan dan melakukan kajian yang lebih dalam.
“Kita lihat dan jangan sampai merugikan siswa juga orangtuanya," kata Puan di DPR, Senayan, Jakarta, pekan lalu.