JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli hukum tata negara, Khairul Fahmi, menilai usulan pemilihan Presiden melalui Majelis Permusyaratan Rakyat (MPR) seolah memposisikan masyarakat salah dalam demokrasi.
Khairul menilai tidak tepat jika segala masalah dalam pemilihan presiden selalu harus diselesaikan dengan merombak konstitusi.
"Mestinya kita jangan set back. Jangan sedikit-sedikit masalah kita rombak sistemnya. Cara berpikir yang enggak tepat itu. Cari masalahnya apa? lalu kita selesaikan," ujar Khairul kepada wartawan di bilangan Tanjung Duren Selatan, Jakarta Barat, Kamis (28/11/2019).
Baca juga: Tolak Presiden Dipilih MPR, Politisi PKS: Pemilu Langsung Lahirkan Presiden seperti Jokowi dan SBY
Menurut Khairul, salah satu permasalahan pemilu di Indonesia adalah praktik pelaksanaannya.
"Lalu sekarang (diusulkan) dikembalikan ke MPR, rakyat mau disalahkan? Apakah rakyat yang salah dalam pemilu?" tutur Khairul.
"Yang berperilaku koruptif dan main curang siapa? Itukan juga ada kontribusi elit politik. Mestinya kesalahan-kesalahan di level elite jangan ditumpahkan dengan merubah sistem kedaulatan rakyat," lanjut dia menegaskan.
Khairul mengatakan, Indonesia pernah menggunakan sistem pemilihan presiden lewat MPR di masa lalu. Kemudian, sistem itu dirasakan gagal oleh masyarakat.
"Saat ini kita sudah memilih sistem pemilihan Presiden secara langsung. Hanya tinggal bagaimana kelemahan sistem langsung ini diperbaiki kelemahannya, " tambah Khairul.
Sebelumnya, pimpinan MPR melakukan safari politik ke Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Rabu (27/11/2019).
Dalam kunjungan itu, menurut Ketua MPR Bambang Soesatyo, pihaknya banyak mendapat masukan terkait isu kebangsaan. Salah satu isu mengenai wacana pemilihan presiden dan wakil presiden secara tidak langsung.
Kepada Bambang, PBNU mengusulkan agar presiden dan wakil presiden kembali dipilih oleh MPR.
Dalam kunjungan itu, menurut Ketua MPR Bambang Soesatyo, pihaknya banyak mendapat masukan terkait isu kebangsaan. Salah satu isu mengenai wacana pemilihan presiden dan wakil presiden secara tidak langsung.
Kepada Bambang, PBNU mengusulkan agar presiden dan wakil presiden kembali dipilih oleh MPR.
Baca juga: Kepada Pimpinan MPR, PBNU Usul Pilpres Tak Lagi Langsung
"Kami juga hari ini mendapat masukan dari PBNU, berdasarkan hasil Munas PBNU sendiri di September 2012 di Cirebon yang intinya adalah, mengusulkan, PBNU merasa pemilihan presiden dan wakil presiden lebih bermanfaat, akan lebih baik, lebih tinggi kemaslahatannya, lebih baik dikembalikan ke MPR ketimbang langsung," kata Bambang Soesatyo usai safari politiknya di Kantor PBNU, Jakarta Pusat.
Sementara itu, Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj mengatakan, usulan pemilihan presiden oleh MPR disampaikan setelah menimbang mudarat dan manfaat Pilpres secara langsung.
Pertimbangan itu tidak hanya dilakukan oleh pengurus PBNU saat ini, tetapi juga para pendahulu, seperti Rais Aam PBNU almarhum Sahal Mahfudz, dan Mustofa Bisri.
Mereka menimbang, pemilihan presiden secara langsung lebih banyak mudaratnya ketimbang manfaatnya. "Pilpres langsung itu high cost, terutama cost sosial," ujar Said.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.