Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PBNU Usul Presiden Dipilih MPR, PPP Masih Tunggu Respons Publik

Kompas.com - 28/11/2019, 09:54 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua MPR dari Fraksi PPP Arsul Sani menilai, usulan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) terkait pemilihan presiden kembali ke MPR adalah aspirasi yang perlu ditampung.

Arsul Sani mengatakan, PPP menunggu respons kelompok masyarakat lainnya terkait usulan PBNU tersebut.

"Tetapi kalau ada aspirasi, apalagi dari organisasi besar seperti NU, ya biar ini ada di ruang publik, kemudian mendapatkan respons dari berbagai elemen publik lainnya, ya nanti kita lihat. Kita tunggu seperti apa," kata Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (27/11/2019).

Baca juga: Soal Pilpres oleh MPR, Dedi Mulyadi: Hak Rakyat Diambil Alih, Memang MPR Sudah Jadi Malaikat?

Arsul mengatakan, pendapat PBNU yang menilai pemilihan presiden secara langsung lebih banyak mudarat ketimbang manfaatnya, pasti akan memunculkan respons dari kelompok masyarakat lainnya.

Oleh sebab itu, kata dia, usulan itu perlu dibicarakan di ruang publik. Dengan demikian, muncul dialog antara MPR dan kelompok-kelompok masyarakat.

"Nah itu biar saja, artinya wacana atau diskursusnya itu muncul dan kemudian menjadi perbedaan, pembicaraan di ruang publik. Nanti kan kita baru ketemu," ujar dia.

Lebih lanjut, Arsul mengatakan, PPP tidak terburu-buru menentukan mekanisme pemilihan presiden.

Baca juga: Ketua MPR Ungkap 6 Wacana yang Berkembang Seputar Amendemen UUD 1945

Ia mengatakan, PPP dan seluruh fraksi di DPR pasti melihat respons masyarakat terlebih dahulu.

"Saya kira fraksi-fraksi atau partai seperti PPP itu jangan buru-buru bersikap. Kita lihat dulu diskursus yang ada di masyarakat seperti apa," ucap Arsul Sani.

"Itu sekaligus untuk menunjukkan bahwa kekuatan politik itu mendengar lebih dulu. Baru setelah mendengar dia menentukan sikap," kata dia.

Sebelumnya, pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) melakukan safari politik ke Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).

Dalam kunjungan itu, menurut Ketua MPR Bambang Soesatyo, pihaknya banyak mendapat masukan terkait isu kebangsaan. Salah satu isu mengenai wacana pemilihan presiden dan wakil presiden secara tidak langsung.

Baca juga: Kepada Pimpinan MPR, PBNU Usul Pilpres Tak Lagi Langsung

Kepada Bambang, PBNU mengusulkan agar presiden dan wakil presiden kembali dipilih oleh MPR.

"Kami juga hari ini mendapat masukan dari PBNU, berdasarkan hasil Munas PBNU sendiri di September 2012 di Cirebon yang intinya adalah, mengusulkan, PBNU merasa pemilihan presiden dan wakil presiden lebih bermanfaat, akan lebih baik, lebih tinggi kemaslahatannya, lebih baik dikembalikan ke MPR ketimbang langsung," kata Bambang Soesatyo usai safari politiknya di Kantor PBNU, Jakarta Pusat, Rabu (27/11/2019).

Sementara itu, Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj mengatakan, usulan pemilihan presiden oleh MPR disampaikan setelah menimbang mudarat dan manfaat Pilpres secara langsung.

Pertimbangan itu tidak hanya dilakukan oleh pengurus PBNU saat ini, tetapi juga para pendahulu, seperti Rais Aam PBNU almarhum Sahal Mahfudz, dan Mustofa Bisri.

Mereka menimbang, pemilihan presiden secara langsung lebih banyak mudaratnya ketimbang manfaatnya.

"Pilpres langsung itu high cost, terutama cost sosial," ujar Said.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com