Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tuntutan 7 Tahun dan Reaksi Bowo Sidik yang Merasa Tak Adil

Kompas.com - 07/11/2019, 07:48 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut mantan anggota Komisi VI DPR Bowo Sidik Pangarso pidana 7 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 6 bulan kurungan.

Tuntutan itu dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (6/11/2019).

"Kami menuntut majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini untuk memutuskan, satu, menyatakan terdakwa Bowo Sidik Pangarso terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut," kata jaksa KPK Ikhsan Fernandi saat membaca surat tuntutan.

Tak hanya itu, Bowo juga dituntut pidana tambahan berupa uang pengganti dan pencabutan hak politik.

Jaksa menganggap Bowo terbukti menerima suap dan gratifikasi dari sejumlah pihak.

Suap dari petinggi PT HTK

Pertama, Bowo dinilai terbukti menerima suap secara bertahap baik langsung atau melalui orang kepercayaannya Indung Andriani sebesar 163.733 dollar Amerika Serikat dan Rp 311,02 juta dari dua petinggi PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK).

Yakni, Marketing Manager PT HTK Asty Winasti dan Direktur PT HTK Taufik Agustono.

Pemberian tersebut dimaksudkan sebagai kompensasi untuk Bowo yang telah membantu PT HTK menjalin kontrak kerja sama terkait pengangkutan dan atau penyewaan kapal dengan PT Pupuk Indonesia Logistik (PILOG).

Kerja sama itu menyangkut kepentingan distribusi amonia.

Pada sekitar bulan Mei 2018, Bowo Sidik Pangarso menerima uang muka atau advance fee dari Asty Winasti yang jumlah totalnya sebesar 75.000 dollar AS.

Uang tersebut diberikan Asty atas sepengetahuan dan persetujuan Taufik.

"Asty Winasti menyerahkan uang tersebut secara bertahap kepada terdakwa secara langsung dan melalui M Indung Andriani," ujar jaksa.

Rinciannya, pada 8 Mei 2018, sebesar 35.000 dollar AS; 13 Juli 2018 sebesar 20.000 dollar AS; dan 14 Agustus 2018 sebesar 20.000 dollar AS.

Kemudian, ia kembali menerima fee pada periode Oktober 2018 hingga Maret 2019.

Pada 1 Oktober 2018, Bowo menerima uang sebesar Rp 221,52 juta. Uang fee ini terkait sewa kapal MT Pupuk Indonesia pada Bulan Juni sebanyak 18 hari, Juli sebanyak 31 hari dan Agustus sebanyak 31 hari.

Lalu, pada 1 November 2018, Bowo menerima uang sebesar 59.587 dollar AS. Fee ini terkait pengangkutan amonia oleh Kapal MT Griya Borneo bulan Juli, Agustus dan September 2018 sebanyak 6 trip.

Baca juga: Pengakuan Bowo Sidik, Terima Uang Miliaran dari Pengusaha hingga Bupati Tetty Paruntu

Pada 20 Desember 2018, Bowo menerima fee sebesar 21.327 dollar AS. Fee ini terkait sewa kapal MT Pupuk Indonesia bulan September 2018 dan Oktober 2018 digabung dengan fee untuk pengangkutan amonia oleh Kapal MT Griya Borneo bulan Oktober 2018 sebanyak 1 trip.

Tanggal 26 Februari 2019, Bowo menerima uang sebesar 7.819 dollar AS. Fee ini terkait  pengangkutan amonia oleh Kapal MT Griya Borneo bulan November dan Desember 2018 sebanyak 2 trip.

Dan 27 Maret 2019, Bowo kembali menerima uang sebesar Rp 89,449 juta. Fee ini terkait sewa kapal MT Pupuk Indonesia bulan Desember 2018.

Suap dari Dirut PT AIS

Jaksa juga menganggap Bowo menerima suap secara bertahap dari Direktur Utama PT Ardila Insan Sejahtera (AIS) Lamidi Jimat sebesar Rp 300 juta.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ada Wacana Duet dengan Ahok di Pilkada DKI, Anies: Memutuskan Saja Belum

Ada Wacana Duet dengan Ahok di Pilkada DKI, Anies: Memutuskan Saja Belum

Nasional
Anies Ingin Memastikan Pilkada Berjalan Jujur dan Bebas Intervensi Sebelum Tentukan Langkah

Anies Ingin Memastikan Pilkada Berjalan Jujur dan Bebas Intervensi Sebelum Tentukan Langkah

Nasional
Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

Nasional
JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang 'Toxic'

JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang "Toxic"

Nasional
Tanggapi Luhut soal Orang 'Toxic', Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Tanggapi Luhut soal Orang "Toxic", Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Nasional
Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Nasional
Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim 'Red Notice' ke Interpol

Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim "Red Notice" ke Interpol

Nasional
Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Nasional
Anggap 'Presidential Club' Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Anggap "Presidential Club" Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Nasional
Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Nasional
Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Nasional
KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat 'Presidential Club'

Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat "Presidential Club"

Nasional
'Presidential Club' Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

"Presidential Club" Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

Nasional
Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye 'Tahanan KPK' Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye "Tahanan KPK" Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com