Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sofyan Basir Divonis Bebas, Jaksa KPK Mengaku Kaget

Kompas.com - 04/11/2019, 16:44 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ronald Worotikan mengakui bahwa tim jaksa kaget atas vonis bebas yang dijatuhkan hakim kepada mantan Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir.

Sofyan Basir divonis bebas atas kasus dugaan perbantuan dalam transaksi suap yang melibatkan mantan Wakil Ketua Komisi VII Eni Maulani Saragih dan pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo terkait proyek PLTU Riau-1.

"Secara psikologis memang kami kaget ya dengan putusan ini. Tapi kami menghormati putusan majelis," kata Ronald usai mendengar putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (4/11/2019).

"Dan kami akan mempelajari putusan untuk menentukan langkah selanjutnya," tuturnya.

Baca juga: Sofyan Basir Bebas, Apa Saja Pertimbangan Hakim?

Ronald pun menepis anggapan bahwa dakwaan jaksa dalam perkara ini lemah. Dia menilai bahwa putusan tersebut sepenuhnya murni hak majelis hakim.

"Bukan berarti bahwa putusan bebas ini artinya dakwaan lemah atau tidak, itu tidak benar. Karena kami sudah membuat surat dakwaan sesuai dengan hasil penyidikan. Yang jelas kami mempelajari putusan hakim dulu, baru menyatakan sikap," kata dia.

Sebelumnya, majelis hakim berpendapat bahwa Sofyan tidak terbukti memenuhi unsur perbantuan atas transaksi suap yang melibatkan Eni dan Kotjo.

Majelis juga berpendapat Sofyan sama sekali tidak mengetahui adanya rencana pembagian fee yang dilakukan oleh Kotjo terhadap Eni dan pihak lain.

Baca juga: Divonis Bebas, Sofyan Basir Berterima Kasih ke Sejumlah Pihak

Menurut majelis, keterlibatan Sofyan Basir saat bertemu dengan Kotjo dan Eni hanya demi mewujudkan program listrik nasional.

Hal itu sesuai dengan ketentuan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan yang telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2017.

Menurut majelis hakim, jelas bahwa percepatan tersebut bukan karena keinginan atau pesanan dari Eni Maulani Saragih dan Kotjo.

"Dan penandatanganan power purchase agreement (PPA) 10 Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang dan termasuk di antaranya PLTU MT Riau-1 yang dilakukan oleh terdakwa Sofyan Basir setelah mendapat persetujuan dan pengetahuan dari semua direksi PT PLN," kata majelis hakim dalam pertimbangannya.

Baca juga: KPK Tunggu Petikan Putusan Sebelum Bebaskan Sofyan Basir

Selain itu, PT PLN dengan memiliki saham 51 persen juga tak membebani keuangan perusahaan dan justru akan mendapatkan keuntungan.

"Terkait pemberian uang yang diterima oleh Eni Maulani Saragih dari Johannes Budisutrisno Kotjo yang diberikan secara bertahap sebesar Rp 4,75 miliar adalah tanpa sepengetahuan terdakwa Sofyan Basir," kata hakim.

"Menimbang bahwa dengan demikian terdakwa Sofyan Basir tidak terbukti melakukan perbantuan," ucapnya.

Dengan demikian, majelis hakim berkesimpulan bahwa Sofyan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana perbantuan sebagaimana dalam dakwaan pertama dan kedua jaksa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com