JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan vonis bebas kepada mantan Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir, Senin (4/11/2019).
Sofyan sebelumnya merupakan terdakwa kasus dugaan perbantuan atas transaksi suap yang melibatkan mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih dan pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo terkait proyek PLTU Riau-1.
Majelis berpendapat, Sofyan tidak terbukti memenuhi unsur perbantuan atas transaksi suap yang melibatkan Eni dan Kotjo. Khususnya menyangkut Pasal 56 ke-2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Ketentuan itu berbunyi, dihukum sebagai orang yang membantu melakukan kejahatan: barangsiapa dengan sengaja memberikan kesempatan, daya upaya, atau keterangan untuk melakukan kejahatan itu.
Pertimbangan unsur perbantuan itu dibacakan oleh anggota majelis hakim, Anwar.
"Terdakwa Sofyan Basir selaku Direktur Utama PT PLN Persero sebagai pihak yang menandatangani kesepakatan proyek independent power producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang Riau 1 antara PT Pembangkit Jawa Bali Investasi dan dengan BNR (Blackgold Natural Resources) dan China Huadian Engineering Company, Ltd (CHEC) tidak tercantum atau bukan sebagai pihak yang menerima fee (dari Kotjo)," kata hakim Anwar saat membaca pertimbangan.
Baca juga: Divonis Bebas, Sofyan Basir Berterima Kasih ke Sejumlah Pihak
Majelis hakim berpendapat bahwa Sofyan Basir juga tidak mengetahui dan memahami akan adanya kesepakatan fee dari Kotjo selaku pihak yang mewakili BNR dan CHEC.
Sofyan juga diyakini hakim tidak mengetahui kepada siapa saja fee tersebut diberikan oleh Kotjo.
"Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan baik oleh Eni Maulani Saragih maupun Johannes Budisutrisno Kotjo bahwa uang yang diterima Eni Maulani Saragih yang berasal dari Johannes Budisutrisno Kotjo, terdakwa Sofyan Basir sama sekali tidak mengetahuinya," kata hakim Anwar.
Kemudian, hakim Anwar memaparkan, untuk mendampingi Kotjo bertemu dengan Sofyan, Eni bersama Kotjo menginisiasi sejumlah pertemuan dengan pihak PT PLN.
Dalam sejumlah pertemuan tersebut, kata hakim, Sofyan selalu didampingi oleh Supangkat Iwan Santoso selaku Direktur Pengadaan Strategis 2 PT PLN saat itu. Sebab, Supangkat merupakan orang yang paling mengetahui masalah IPP PLTU Riau-1.
Menurut majelis, apa yang dibicarakan dalam pertemuan tersebut merupakan kesepakatan dalam melaksanakan proyek tersebut.
Majelis hakim mengungkapkan, pertemuan tersebut terjadi di sejumlah tempat seperti di Hotel Arkadia, Hotel Fairmont, ruang kerja Supangkat, BRI Lounge di kawasan Sudirman, ruang kerja hingga rumah Sofyan
"Menimbang bahwa pertemuan-pertemuan tersebut adalah terdakwa Sofyan Basir ada sekitar lima kali pertemuan selalu didampingi oleh Supangkat Iwan Santoso karena dia yang lebih menguasai. Dan jika ada pertanyaan maka dia yang memberikan jawaban," kata hakim.
Baca juga: KPK Tunggu Petikan Putusan Sebelum Bebaskan Sofyan Basir
Pada pertemuan bulan Juli 2017, misalnya, Sofyan meminta Supangkat menjepaskan ke Kotjo mekanisme pembangunan IPP PLTU sesuai Peraturan Presiden Nomor 4 tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan.
Peraturan itu mengamanatkan PT PLN untuk menugaskan anak perusahaan bermitra dengan perusahaan swasta dengan syarat kepemilikan saham anak perusahaan minimal 51 persen.
"Semua pertemuan tersebut sebagaimana yang diungkap Supangkat Iwan Santoso bahwa kalau Eni Maulani Saragih tidak ada memberi pendapat dan masukan, lebih banyak bersikap pasif," kata hakim.
Majelis mempertimbangkan bahwa seringnya pertemuan tersebut karena belum adanya kesepakatan antara PT PLN dan CHEC. Salah satunya menyangkut masa tenggat waktu kontrol, di mana PLN menginginkan waktu 15 tahun, sementara CHEC menginginkan 20 tahun.
"Menimbang bahwa terdakwa Sofyan Basir selaku Direktur Utama PT PLN melakukan pertemuan dengan proyek PLTU MT Riau-1, karena hanya ini mewujudkan program listrik nasional," ujar hakim.
"Hal ini sesuai dengan ketentuan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan yang telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2017," lanjut hakim Anwar.
Baca juga: Sofyan Basir Bebas, Jaksa KPK Gunakan Masa Pikir-pikir
Menurut majelis hakim, jelas bahwa percepatan tersebut bukan karena keinginan atau pesanan dari Eni Maulani Saragih dan Kotjo.
"Dan penandatanganan power purchase agreement (PPA) 10 Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang dan termasuk di antaranya PLTU MT Riau-1 yang dilakukan oleh terdakwa Sofyan Basir setelah mendapat persetujuan dan pengetahuan dari semua direksi PT PLN," kata dia.
Selain itu, PT PLN dengan memiliki saham 51 persen juga tanpa membebani keuangan perusahaan dan justru akan mendapatkan keuntungan.
"Terkait pemberian uang yang diterima oleh Eni Maulani Saragih dari Johannes Budisutrisno Kotjo yang diberikan secara bertahap sebesar Rp 4,75 miliar adalah tanpa sepengetahuan terdakwa Sofyan Basir," kata hakim.
"Menimbang bahwa dengan demikian terdakwa Sofyan Basir tidak terbukti melakukan perbantuan," sambungnya.
Dengan demikian, majelis hakim berkesimpulan bahwa Sofyan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan tindak pidana perbantuan sebagaimana dalam dakwaan pertama dan kedua jaksa.
"Oleh karena itu, maka terdakwa Sofyan Basir harus dibebaskan dari segala dakwaan. Maka haruslah hak-hak terdakwa dalam hal kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya dipulihkan. Dan diperintahkan untuk dibebaskan dari tahanan segera setelah putusan diucapkan," ujar hakim.
Majelis juga meminta jaksa KPK membuka blokir rekening Sofyan, keluarganya serta pihak terkait lainnya.
Baca juga: Perjalanan Kasus PLTU Riau-1 hingga Vonis Bebas Sofyan Basir
Setelah membaca pertimbangan, ketua majelis hakim Hariono pun membacakan amar putusan.
"Mengadili, satu, menyatakan terdakwa Sofyan Basir tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan dalam dakwaan pertama dan kedua," kata hakim Hariono.
"Membebaskan terdakwa Sofyan Basir karena itu dari segala dakwaan. Memerintahkan terdakwa Sofyan Basir segera dibebaskan dari tahanan," lanjut hakim Hariono disambut sorak gembira dari keluarga dan kolega Sofyan Basir yang hadir di persidangan.
Majelis hakim juga memutuskan untuk memulihkan hak Sofyan dalam kemampuan kedudukan, harkat serta martabatnya.