JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Wali Kota Medan Dzulmi Eldin, Kepala Bagian Protokoler Syamsul Fitri Siregar, dan Kepala Dinas PUPR Isa Ansyari sebagai tersangka.
Dzulmi dan Syamsul diduga sebagai penerima suap. Sementara Isa Ansyari diduga sebagai pemberi.
"KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan dan menetapkan tiga orang sebagai tersangka," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dalam konferensi pers, Rabu (16/10/2019).
Dzulmi atas bantuan Syamsul diduga menerima suap secara bertahap dengan jumlah yang bervariasi dari Isa Ansyari.
Pada 6 Februari 2019, Dzulmi mengangkat Isa sebagai Kepala Dinas PUPR Kota Medan. Setelah pelantikan itulah, Dzulmi mulai diduga menerima sejumlah pemberian uang dari Isa.
Baca juga: Walkot Medan Memalak Anak Buah demi Tutupi Biaya Perjalanan ke Jepang
Isa diduga memberikan uang senilai Rp 20 juta setiap bulan pada periode Maret hingga Juni 2019 ke Dzulmi. Sehingga nilai totalnya saat pada periode itu sekitar Rp 80 juta.
Pada 18 September 2019, Isa diduga kembali memberikan uang senilai Rp 50 juta ke Dzulmi.
"Pada bulan Juli 2019, DE (Dzulmi) melakukan perjalanan dinas ke Jepang didampingi beberapa kepala dinas di lingkungan Pemerintah Kota Medan. Perjalanan dinas ini dalam rangka kerja sama sister city antara Kota Medan dan Kota Ichikawa di Jepang," kata Saut.
Dalam perjalanan dinas tersebut, Dzulmi mengajak istri, dua anaknya, dan beberapa orang lainnya yang tidak berkepentingan.
Baca juga: KPK Paparkan Kronologi OTT Wali Kota Medan
Dzulmi bersama keluarganya bahkan memperpanjang waktu tinggal di Jepang selama tiga hari di luar waktu perjalanan dinas.
Di masa perpanjangan tersebut, menurut Saut, keluarga Dzulmi didampingi oleh Syamsul Fitri Siregar.
"Akibat keikutsertaan pihak-pihak yang tidak berkepentingan, terdapat pengeluaran perjalanan dinas Wali Kota yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dan tidak bisa dibayarkan dengan dana APBD. Pihak tour and travel kemudian menagih sejumlah pembayaran tersebut kepada DE," kata dia.
"Kadis PUPR (Isa) mengirim Rp 200 juta ke Wali Kota atas permintaan melalui protokoler untuk keperluan pribadi," ucap Saut.
"Pada 10 Oktober 2019, SFI (Syamsul) menghubungi APP (Aidiel Putra Pratama) Ajudan DE dan menyampaikan adanya keperluan dana sekitar Rp 800 sampai Rp 900 juta untuk menutupi pengeluaran di Jepang," ujarnya.
Syamsul kemudian membuat daftar target kepala-kepala dinas yang akan diminta kutipan dana. Ini termasuk sejumlah kepala dinas yang ikut berangkat ke Jepang.
"IAN, meskipun tidak ikut berangkat ke Jepang, diduga tetap dimintai uang karena diangkat sebagai Kadis PUPR oleh DE. Di dalam daftar tersebut, IAN ditargetkan untuk memberikan dana sebesar Rp 250 juta," ujar Saut.
Baca juga: Jadi Tersangka, Harta Kekayaan Wali Kota Medan Mencapai Rp 20 Miliar
Pada tanggal 13 Oktober 2019, Syamsul menghubung Isa terkait uang tersebut. Keesokan harinya, Syamsul menyampaikan ke Isa untuk mentransfer dana tersebut ke rekening bank atas nama kerabat dari Aidiel.
Pada 15 Oktober 2019, Isa mengirimkan uang Rp 200 juta ke rekening kerabat Aidiel dan mengonfirmasikan pengiriman uang itu ke Syamsul.
"SFI (Syamsul) kemudian bertemu dengan APP (Aidiel) dan menyampaikan bahwa uang sebesar Rp 200 juta sudah ditransfer ke rekening kerabatnya. APP menghubungi kerabatnya dan meminta agar uang diserahkan ke rekan APP sesama ajudan. Yang kemudian disimpan di ruangan bagian protokoler," kata Saut.
Baca juga: Wali Kota Medan Diduga Terima Suap dari Kepala Dinas PUPR
Salah satu ajudan Dzulmi yang lain, Andika, menanyakan kepada Isa tentang kekurangan uang sebesar Rp 50 juta yang disepakati.
Isa hanya menyampaikan untuk mengambil uang tersebut secara tunai di rumahnya.
"Pada hari yang sama sekitar pukul 20.00 WIB, AND (Andika) datang ke rumah IAS untuk mengambil uang Rp 50 juta yang ditujukan untuk DE," kata Saut.
Di saat perjalanan dari rumah Isa, mobil yang dikendarai Andika dikejar oleh tim KPK di salah satu ruas jalan di Kota Medan.
Sampai akhirnya, mobil tim KPK sempat berhasil memepet mobil yang dikendarai oleh Andika. Petugas KPK ada yang turun dari mobil dan menghampiri mobil yang dikendarai Andika.
Kepada dia, petugas KPK menyampaikan bahwa mereka berasal dari KPK sambil menunjukkan identitas. Namun, Andika tidak turun dari mobilnya.
Ia justru memundurkan mobil dan memacu kecepatan hingga hampir menabrak tim KPK. Dua orang petugas KPK selamat karena langsung meloncat untuk menghindari kecelakaan.
"Tim KPK tidak berhasil mengamankan Andika, dia kabur setelah berusaha menabrak tim yang bertugas di lapangan," kata Saut.
Baca juga: Penyidik KPK Nyaris Ditabrak Ajudan Wali Kota Medan, Begini Ceritanya
Alhasil, Andika juga membawa kabur uang Rp 50 juta yang rencananya diberikan untuk Dzulmi. Oleh karena itu, KPK meminta Andika kooperatif dengan menyerahkan diri ke KPK dan membawa uang Rp 50 juta tersebut.
Setelah Dzulmi, Syamsul dan Isa ditetapkan sebagai tersangka. Mereka ditahan di tiga rumah tahanan yang berbeda untuk 20 hari pertama.
"Isa Ansyari di Rutan Polres Metro Jakarta Pusat, Syamsul Fitri di Rutan Klas I Salemba Jakarta Pusat, Dzulmi Eldin di Rutan Pomdam Jaya Guntur," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah dalam keterangan tertulis, Kamis (17/10/2019).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.