Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Reformasi Partai Politik Dinilai Masih Jadi Tantangan di Era Jokowi-Ma'ruf

Kompas.com - 15/10/2019, 15:17 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati menilai, persoalan reformasi partai politik masih menjadi tantangan di era pemerintahan baru, yakni di Presiden dan Wakil Presiden terpilih, Joko Widodo-Ma'ruf Amin.

Hal itu dipaparkan Khoirunnisa dalam diskusi "Proyeksi Masyarakat Sipil atas Situasi Indonesia 5 Tahun ke Depan", di Upnormal Coffee Roasters, Jakarta, Selasa (15/10/2019).

"Di tengah rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap partai politik, partai politik menghadapi tantangan demonstrasi mahasiswa bersama elemen sipil lainnya di sejumlah daerah menentang produk legislasi. Bukan tak mungkin terjadi lagi di kemudian hari dalam jumlah yang lebih besar," kata Khoirunnisa.

Baca juga: Tinggal Pilih, Presiden Berpihak pada Rakyat atau Partai Politik?

Selain itu, gerakan tagar #ReformasiDikorupsi yang muncul belakangan ini, menurut dia, salah satunya disebabkan karakter koruptif partai politik Indonesía.

"Dalam gelombang protes yang terus membesar, agenda perubahan dan perbaikan partai politik harus segera dirumuskan dan dilaksanakan," kata dia.

Ada beberapa rekomendasi yang diungkap Khoirunnisa dalam reformasi partai politik.

Pertama, mengubah syarat pembentukan dan kepesertaan partai politik dalam pemilu secara proporsional.

Menurut dia, penyebab partai politik dan parlemen yang oligarkis di antaranya karena terlalu beratnya syarat pembentukan partai politik dan kepesertaannya di pemilu.

"Misalnya kepemilikan kantor dan kepengurusan di 100 persen provinsi, 75 persen kabupaten /kota, 50 persen kecamatan," ucap Khoirunnisa.

"Hasilnya, makin jauh panggang dari api pengertian dan fungsi parpol sebagai kelembagaan demokrasi yang mewakili ideologi aspirasi rakyat untuk diagregasikan menjadi kebijakan untuk rakyat," kata dia.

Baca juga: Tingkat Kepuasan Publik Rendah, MPR, Parpol dan DPR Dinilai Perlu Tingkatkan Kinerja

Syarat seperti itu harus diubah dengan syarat yang proporsional dengan pilihan daerah pembentukan dan kompetisi yang membebaskan secara berjenjang dengan cakupan luas.

"Parpol boleh dibentuk dan ikut pemilu tak harus menasional sehingga bisa memilih di tingkat kabupaten/kota saja dengan satu, beberapa, atau semua kabupaten/kota. Pun begitu dengan tingkat provinsi," kata dia.

Kedua, kata dia, soal perluasan keberadaan dan kepesertaan partai lokal di Pemilu. Ia memaparkan, partai lokal saat ini ada di Provinsi Aceh. Keberadaan partai lokal ini dinilai patut diterapkan di wilayah lain.

Tingkat kesertaannya pun tak harus di provinsi tapi juga bisa di kabupaten/kota. Sistem jenjang ini dinilai bisa menyehatkan partai berbasis massa. Misalnya, partai buruh yang punya basis massa di beberapa kabupaten daerah industri, bisa dibentuk dan mengikuti Pemilu di tingkat kabupaten/kota atau provinsi.

"PR besar lainnya soal demokratisasi rekrutmen kandidat peserta Pemilu dan Pilkada di partai politik kita. Karena partai politik kita sulit mengetahui ya misalnya kenapa orang ini direkrut?" kata dia.

Sistem rekrutmen yang belum tertata dinilai menimbulkan politik transaksional dalam perekrutan.

Misalnya, mengesampingkan orang yang sudah berkarier lama di partai dan malah merekrut orang baru dengan modal dan popularitas kuat untuk ikut pilkada atau pemilu.

"Belum lagi soal mau ditempatkan di dapil mana, nomor urut berapa. Kadang-kadang kan kalau kita dengar cerita caleg, misalnya, mereka dimintai oleh oknum partainya, oh kalau mau dapat nomor strategis, dapat di Dapil bagus harus ada bayaran tertentu," kata dia.

Dengan demikian, perlu perbaikan sistem rekrutmen partai politik yang mengedepankan penilaian berbasis kualitas, integritas, keterbukaan, hingga gagasan setiap kader.

"Selanjutnya soal transparansi keuangan parpol, kami mendorong partai politik untuk menjadi peserta Pemilu harus mampu membuktikan dong laporan keuangannya dengan baik, partai politik yang dapat kursi kan dapat bantuan keuangan negara," ujar Khoirunnisa.

Ia juga menekankan pentingnya membangun koordinasi antara Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), dan pihak perbankan dalam audit dana partai politik.

"Tujuannya, mencegah terjadinya politik transaksional. PPATK dapat mengawasi rekening partai politik dan rekening khusus dana kampanye, dan apabila ditemukan transaksi ganjil, PPATK dapat melaporkan ke Bawaslu atau lembaga yang diberikan wewenang mengawasi keuangan partai untuk kemudian ditindaklanjuti," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com