Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Agnes Setyowati
Akademisi

Dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya Universitas Pakuan, Bogor, Jawa Barat. Meraih gelar doktor Ilmu Susastra dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia. Aktif sebagai tim redaksi Jurnal Wahana FISIB Universitas Pakuan, Ketua Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia (HISKI) Komisariat  Bogor, dan anggota Manassa (Masyarakat Pernaskahan Nusantara). Meminati penelitian di bidang representasi identitas dan kajian budaya.

Strategi Menyelamatkan Pancasila

Kompas.com - 13/10/2019, 21:11 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

 

Meskipun Pancasila masih tetap berdiri sebagai ideologi sah, bukan berarti kita harus abai terhadap ancaman-ancaman di luar itu.

Ancaman terhadap Pancasila

Di era Indonesia modern atau pascareformasi yang ditandai dengan jatuhnya Orde Baru di bawah Soeharto, tekanan terhadap eksistensi Pancasila terus berlangsung.

Banyak kritik yang mengatakan bahwa Pancasila hanya slogan dan mitos saja. Hal ini sebenarnya telah terlihat dari beberapa hal.

Dalam level negara misalnya, adanya pencabutan Ketetapan MPR No II tahun 1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengalaman Pancasila (P-4) dan pembubaran Badan Pelaksanaan dan Pembinaan dan Pendidikan P-4.

Tidak hanya itu saja, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20/2003 menghilangkan Pancasila sebagai mata pelajaran wajib di lembaga pendidikan formal.

Ancaman lainnya adalah maraknya persoalan-persoalan sosial klasik seperti konflik-konflik sosial berbasis ras dan agama, pelanggaran HAM, dan ancaman radikalisme yang telah banyak memakan korban jiwa.

Dalam hal radikalisme misalnya, beberapa penelitian dan lembaga survai seperti Setara Instititute mencatat bahwa sebagain besar masyarakat di berbagai wilayah Indonesia bersikap intoleran terhadap perbedaan.

Mirisnya, penelitian-penelitian yang dilakukan sejumlah lembaga seperti BNPT, the Wahid Institute, UIN Syarief Hidayatullah, dan the Habibie Center menemukan bahwa beberapa sekolah dan perguruan tinggi negeri ternama di Indonesia terpapar paham intoleran dan radikal yang berpotensi mengancam keutuhan bangsa.

Mereka menargetkan kelompok muda untuk menyebarkan paham tersebut karena bagi mereka kelompok muda adalah ‘investasi’ untuk melanggengkan ideologi anti Pancasila.

Sedihnya, generasi-generasi kita begitu rentan dalam mengadopsi ideologi intoleran.

Tidak hanya menginfiltrasi kaum muda, paham-paham radikal juga mulai menyusup ke badan-badan pemerintahan yang strategis (Suhardi Alius, 2019: 10).

Merujuk pada kondisi-kondisi di atas, artinya Pancasila sedang dalam ancaman. Oleh karena itu, perlu upaya revitalisasi terhadap pengamalan nilai-nilai Pancasila dengan cara yang efektif, konsisten, dan benar.

Halaman Berikutnya
Halaman:

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Nasional
Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Nasional
Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasional
Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Nasional
KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

Nasional
Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis 'Pernah', Apa Maknanya?

Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis "Pernah", Apa Maknanya?

Nasional
Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Nasional
Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Nasional
Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Nasional
Menlu Sebut Judi 'Online' Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Menlu Sebut Judi "Online" Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Nasional
PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi 'Effect'

PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi "Effect"

Nasional
Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Nasional
Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Nasional
Ikut Kabinet atau Oposisi?

Ikut Kabinet atau Oposisi?

Nasional
Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com