Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Agnes Setyowati
Akademisi

Dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya Universitas Pakuan, Bogor, Jawa Barat. Meraih gelar doktor Ilmu Susastra dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia. Aktif sebagai tim redaksi Jurnal Wahana FISIB Universitas Pakuan, Ketua Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia (HISKI) Komisariat  Bogor, dan anggota Manassa (Masyarakat Pernaskahan Nusantara). Meminati penelitian di bidang representasi identitas dan kajian budaya.

Strategi Menyelamatkan Pancasila

Kompas.com - 13/10/2019, 21:11 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini


SEBAGAI negara kepulauan yang terdiri dari berbagai suku, ras, golongan, agama, dan kepercayaan, Indonesia harus memiliki landasan ideologi yang dapat menginklusi keberagaman.

Ideologi Pancasila dan semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” (Unity in Diversity) yang memiliki makna “walaupun berbeda-beda pada hakikatnya Indonesia tetap satu” merupakan dua pondasi ideologis vital dalam konteks Indonesia yang multikultural.

Tidak hanya berfungsi sebagai ideologi saja, Pancasila juga merupakan falsafah dan pandangan hidup yang merekatkan segala perbedaan, serta memiliki fungsi sentral dalam berbagai aspek kehidupan seperti aspek pendidikan, sosial, dan ekonomi bangsa.

Pancasila pada dasarnya terkandung dalam nilai-nilai budaya masyarakat salah satunya dapat kita lihat dari lirik lagu daerah kebanggaan masyarakat Jawa Barat, “Manuk Dadali” yang merupakan simbol dari Pancasila yang mengajarkan kerukunan dan keharmonisan dalam hidup bermasyarakat.

Kita juga dapat melihat nilai-nilai yang diadopsi dari Pancasila melalui alat musik tradisional angklung yang melibatkan banyak pemain untuk menghasilkan harmoni musik yang indah dan selaras.

Filosofi angklung adalah kebersamaan, pemersatu, disiplin, dan saling menghormati sesama yang menghasilkan keharmonisan dan keindahan.

Oleh karena itu, basis dari Pancasila pada dasarnya dekat dengan nilai-nilai budaya yang sudah lebih dulu dipraktikan dan diamalkan masyarakat Indonesia.

Sebaga dasar negara, Pancasila telah dirumuskan melalui diskusi panjang dan hati-hati oleh para founding fathers Indonesia. Setelahnya, lahirlah kemudian perangkat-perangkat negara seperti undang-undang dasar, sistem ketatanegaraan, dan lain-lain. 

Pasca kemerdekaan Indonesia hingga saat ini Pancasila telah teruji dan masih bertahan sebagai ideologi yang paling tepat untuk Indonesia.

Akan tetapi, perjalanan Pancasila sejak dilahirkan pada 1 Juni 1945 bukan berarti tanpa masalah.

Berbagai ideologi tandingan dan gerakan yang menentang Pancasila pernah dilakukan oleh berbagai oknum dan kelompok.

Tidak hanya berpotensi pada disintegrasi bangsa, ideologi-ideologi tersebut juga telah banyak memakan korban jiwa, seperti yang tercatat dalam perjalanan sejarah Indonesia sebagai sebuah bangsa.

Sebut saja gerakan 30 September, DI TII, NII, GAM, Gerakan Papua Merdeka, Permesta, dan lain-lain.

 

Meskipun Pancasila masih tetap berdiri sebagai ideologi sah, bukan berarti kita harus abai terhadap ancaman-ancaman di luar itu.

Ancaman terhadap Pancasila

Di era Indonesia modern atau pascareformasi yang ditandai dengan jatuhnya Orde Baru di bawah Soeharto, tekanan terhadap eksistensi Pancasila terus berlangsung.

Banyak kritik yang mengatakan bahwa Pancasila hanya slogan dan mitos saja. Hal ini sebenarnya telah terlihat dari beberapa hal.

Dalam level negara misalnya, adanya pencabutan Ketetapan MPR No II tahun 1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengalaman Pancasila (P-4) dan pembubaran Badan Pelaksanaan dan Pembinaan dan Pendidikan P-4.

Tidak hanya itu saja, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20/2003 menghilangkan Pancasila sebagai mata pelajaran wajib di lembaga pendidikan formal.

Ancaman lainnya adalah maraknya persoalan-persoalan sosial klasik seperti konflik-konflik sosial berbasis ras dan agama, pelanggaran HAM, dan ancaman radikalisme yang telah banyak memakan korban jiwa.

Dalam hal radikalisme misalnya, beberapa penelitian dan lembaga survai seperti Setara Instititute mencatat bahwa sebagain besar masyarakat di berbagai wilayah Indonesia bersikap intoleran terhadap perbedaan.

Mirisnya, penelitian-penelitian yang dilakukan sejumlah lembaga seperti BNPT, the Wahid Institute, UIN Syarief Hidayatullah, dan the Habibie Center menemukan bahwa beberapa sekolah dan perguruan tinggi negeri ternama di Indonesia terpapar paham intoleran dan radikal yang berpotensi mengancam keutuhan bangsa.

Ilustrasi PancasilaKOMPAS/TOTO SIHONO Ilustrasi Pancasila

Mereka menargetkan kelompok muda untuk menyebarkan paham tersebut karena bagi mereka kelompok muda adalah ‘investasi’ untuk melanggengkan ideologi anti Pancasila.

Sedihnya, generasi-generasi kita begitu rentan dalam mengadopsi ideologi intoleran.

Tidak hanya menginfiltrasi kaum muda, paham-paham radikal juga mulai menyusup ke badan-badan pemerintahan yang strategis (Suhardi Alius, 2019: 10).

Merujuk pada kondisi-kondisi di atas, artinya Pancasila sedang dalam ancaman. Oleh karena itu, perlu upaya revitalisasi terhadap pengamalan nilai-nilai Pancasila dengan cara yang efektif, konsisten, dan benar.

 

Upaya yang saya maksud adalah bagaimana menginternalisasi ideologi Pancasila kepada masyarakat, khususnya generasi muda, dengan cara yang efektif dari cara-cara yang dilakukan pada masa pemerintahan Orde Baru yang bersifat indkontriner.

Hal ini penting untuk dilakukan. Jika tidak, keutuhan bangsa di masa depan akan mengalami ancaman yang serius.

Hanya Pancasila yang masih relevan sebagai ideologi negara dan tepat untuk kehidupan berbangsa dan bernegara baik di masa kini ataupun di masa depan.

Strategi menyelamatkan Pancasila

Upaya menjaga dan menguatkan nilai-nilai Pancasila di masyarakat dapat dilakukan dengan tiga hal yaitu melalui pendekatan budaya, internalisasi di semua level pendidikan, dan penegakan hukum terhadap hal-hal yang tidak sejalan dengan nilai-nilai Pancasila.

Pertama, nilai-nilai Pancasila perlu dikuatkan dengan pendekatan budaya. Pemerintah melalui Kemdikbud harus menyusun strategi yang tepat, efektif, dan partisipatif tanpa paksaan.

Hal ini bisa dilakukan dengan membangun fasilitas atau pos-pos budaya di semua wilayah dalam rangka melestarikan sekaligus mengembangkan kebudayaan lokal yang ada di masyarakat.

Kedua, penguatan nilai-nilai Pancasila di sektor pendidikan. Generasi muda adalah masa depan bagi ideologi Pancasila. Saat ini paparan ideologi radikal mulai mengancam generasi-generasi muda kita.

IlustrasiKOMPAS Ilustrasi

Pemerintah perlu memikirkan strategi yang efektif agar nilai-nilai Pancasila terinternalisasi dengan baik dalam kurikulum pendidikan nasional.

Jika perlu, pemerintah bisa mengintervensi kurikulum yang digunakan di sekolah-sekolah dan lembaga pendidikan tinggi.

Tidak sedikit sekolah-sekolah yang mengabaikan kurikulum berbasis nasional khususnya yang terkait dengan pengetahuan kebangsaan dan kebudayaan.

Ketiga, penegakan hukum. Nilai-nilai Pancasila yang ada dalam konstitusi telah tercermin dalam sejumlah peraturan dan instrumen internasional yang telah diratifikasi untuk melindungi hak-hak warga negara.

Pemerintah tak boleh segan-segan untuk menegakkan aturan hukum demi menjaga persatuan dan keutuhan bangsa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Deretan Mobil Mewah yang Disita di Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita di Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com