Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jika Masa Jabatan Presiden Diatur Kembali, Ini Dua Opsinya Menurut Pakar

Kompas.com - 08/10/2019, 11:29 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun menyebut, masa jabatan presiden mungkin saja diubah melalui amandemen UUD 1945.

Menurut Refly, jika masa jabatan presiden benar-benar akan diubah, harus dipastikan masa jabatan yang baru lebih efektif dibanding yang saat ini berlaku.

"Saya termasuk yang berpikir bahwa masa jabatan presiden itu lebih baik untuk kontestasi ini satu periode saja, kalaupun mau dua periode tidak boleh berturut-turut," kata Refly kepada Kompas.com, Selasa (8/10/2019).

Baca juga: Nasdem: Masa Jabatan Presiden Perlu Didiskusikan...

Hal ini menanggapi pernyataan Ketua Fraksi Partai Nasdem di MPR Johnny G. Plate yang menyebut bahwa masa jabatan presiden harus didiskusikan.

Pertama, menurut Refly, jika presiden hanya boleh menjabat satu kali, maka masa jabatannya bisa diperpanjang.

Ia usul, masa jabatan presiden diubah dari lima tahun menjadi tujuh tahun, minimal enam tahun dan maksimal delapan tahun.

Baca juga: Hendropriyono Usul ke DPR/MPR Masa Jabatan Presiden Hanya Satu Kali

Opsi kedua, ia melanjutkan, jika presiden diatur untuk bisa menjabat lebih dari satu periode, seharusnya jabatan itu tidak untuk dua kali berturut-turut.

Harus ada jeda minimal satu periode, untuk kemudian seseorang yang bisa menjabat sebagai presiden bisa kembali mencalonkan diri lagi menjadi kepala negara

Malahan, menurut Refly, jika masa jabatan presiden bisa diatur untuk tidak berturut-turut, presiden bisa menjabat lebih dari dua kali.

Baca juga: Bola Liar Amendemen UUD 1945, Potensi Presiden Kembali Dipilih oleh MPR...

"Jadi kalau saya pilihannya tadi, satu periode dengan masa jabatan enam tahun atau boleh lebih dari satu periode tidak dibatasi, tapi tidak boleh berturut-turut. Jadi dia berkali-kali tidak apa-apa tapi tidak perlu berturut-turut," ujarnya.

Refly mengatakan, ada dua hal yang menjadi alasan untuk meninjau kembali aturan masa jabatan presiden yang ada saat ini.

Jika diperbolehkan untuk kembali mencalonkan diri setelah lima tahun menjabat tanpa jeda, menurut Refly, presiden tidak akan berkonsentrasi pada jabatannya.

Baca juga: Ahmad Muzani: Kalau Mandataris MPR, Berarti Presiden Dipilih MPR...

Ia hanya efektif bekerja 2,5 tahun pertama, karena setelahnya ia harus memikirkan dukungan politik menyambut pencalonan selanjutnya.

Selain itu, Refly mengatakan, masa jabatan presiden yang terlalu lama ataupun tanpa jeda juga berpotensi menimbulkan penyalahgunaan kekuasaan.

Sangat mudah bagi calon presiden petahana untuk menggunakan fasilitas negara selama ia berkampanye pada pencalonan presiden yang kedua kalinya.

"Menurut saya, hal seperti ini barangkali perlu dipikirkan karena negara kita ini masih governance-nya masih belum baik, masih belum begitu ketat," kata Refly.

Baca juga: Soal Amendemen UUD 1945, Gerindra: Prabowo Ingin Presiden Dipilih Langsung oleh Rakyat

Sebelumnya, Ketua Fraksi PartaiNasdem di MPR Johnny G. Plate berpendapat, amendemen UUD 1945 harus dibahas secara komprehensif.

Pasalnya, konstitusi negara Indonesia tidak mengenal istilah amandemen terbatas.

Oleh sebab itu, pembahasan amandemen seharusnya juga tidak hanya terbatas pada kewenangan MPR menentukan haluan negara, melainkan juga terkait masa jabatan presiden.

"Haluan negara tujuannya untuk apa? Supaya konsistensi pembangunan. Konsistensi pembangunan juga terikat dengan eksekutifnya. Masa jabatan presiden juga berhubungan. Nanti perlu didiskusikan semuanya," ujar Plate di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (7/10/2019).

Kompas TV Unjuk rasa mahasiswa serentak dilakukan di berbagai kota di Indonesia. Berawal dari hati nurani mahasiswa yang berteriak tatkala wakil rakyat tergesa-gesa mengesahkan sejumlah rancangan undang-undang yang dinilai mengenyampingkan rasa keadilan. Akhirnya, gelombang unjuk rasa menolak UU KPK yang baru disahkan dan RUU KUHP, tak terbendung. Lautan Mahasiswa melakukan aksi unjuk rasa terpusat di Gedung DPR Senayan Jakarta. Tak berhenti disini, Sehari berselang siswa SMK turut melakukan aksi unjuk rasa. Akibat aksi ini, Jakarta lumpuh, dan kemacetan terjadi dimana - mana. Aksi unjuk rasa ini berawal dari kota Yogyakarta, melalui tagar #GejayanMemanggil di media sosial. Aksi ini layaknya mantra yang terus menyeruak hingga mahasiswa seluruh Indonesia semakin bergerak. Aksi Gejayan Memanggil berlangsung tertib dan damai. Belakangan berseliweran kabar di media sosial bahwa aksi Mahasiswa di sejumlah wilayah Indonesia ditunggangi oleh pihak tertentu. Pemerintah menyatakan tandanya semakin jelas setelah aksi unjuk rasa yang berujung kerusuhan. Simak selengkapnya di Aiman episode 233 Unjuk Rasa dan Penggagalan Pelantikan Presiden bagian satu berikut ini. #AIMAN #DemoMahasiswa #GejayanMemanggil
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com