JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo enggan menjawab pertanyaan wartawan mengenai rencananya menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk mencabut UU KPK hasil revisi.
Jokowi ditanya wartawan setelah menghadiri peringatan Hari Batik Nasional di Surakarta, Rabu (2/10/2019).
Berdasarkan video yang diunggah di akun resmi Sekretariat Presiden, Rabu malam, awalnya wartawan bertanya seputar batik sesuai tema acara.
"Karena sudah mendapat pengakuan dari UNESCO, harus kita jaga terus kita rawat agar batik bisa mendunia. Meskipun sudah, tetapi semakin mendunia sebagai warisan harta benda yang menjadi kebanggaan kita semuanya," kata Jokowi.
Baca juga: Jokowi Pernah Terbitkan 4 Perppu Termasuk soal UU KPK, Seperti Apa Kondisi Saat Itu?
Kemudian, wartawan bertanya soal perkembangan seputar wacana penerbitan Perppu KPK.
"Soal Perppu KPK pertimbangannya sudah sejauh mana Pak?" tanya wartawan.
"Hm?" kata Jokowi saat mendengar pertanyaan wartawan itu.
Wartawan itu lalu mengulang pertanyaannya. Wartawan lain juga ikut menimpali. "Perppu KPK Pak?" kata awak media kompak.
Namun, lagi-lagi Jokowi merespons "hmm" sebanyak dua kali. Setelah itu, Jokowi meminta wartawan bertanya saja seputar batik sesuai tema acara yang baru dihadirinya.
"Wong batik kok," kata dia.
Seorang wartawan pun akhirnya kembali bertanya seputar batik, utamanya berkaitan dengan cara mempromosikan budaya Indonesia itu ke generasi milenial. Kali ini, Jokowi menjawab antusias.
Ia menyebut, batik sudah menjadi mata pelajaran muatan lokal di sekolah menengah kejuruan.
"Saya kira ini bagus dan bisa juga diterapkan di SMP dan SMA untuk mengenalkan sejak awal batik dan filosofinya," kata dia.
Setelah itu, wartawan bertanya lagi seputar persiapan pelantikannya bersama Ma'ruf Amin.
Kali ini, meskipun pertanyaan bukan seputar batik, Jokowi bersedia menjawab. Ia mengaku menyerahkan mekanisme pelantikannya kepada MPR.
Baca juga: Soal Perppu KPK, Surya Paloh: Salah-salah Presiden Bisa Diimpeach
UU KPK hasil revisi ramai-ramai ditolak karena disusun secara terburu-buru tanpa melibatkan masyarakat dan unsur pimpinan KPK.
Isi UU KPK yang baru juga dinilai mengandung banyak pasal yang dapat melemahkan kerja lembaga antirasuah, misalnya KPK yang berstatus lembaga negara dan pegawai KPK yang berstatus ASN dapat mengganggu independensi.
Dibentuknya dewan pengawas dan penyadapan harus seizin dewan pengawas juga bisa mengganggu penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan KPK.
Kewenangan KPK untuk bisa menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) dalam jangka waktu dua tahun juga dinilai bisa membuat KPK kesulitan menangani kasus besar dan kompleks.
Setelah aksi unjuk rasa besar-besaran menolak UU KPK hasil revisi dan sejumlah RUU lain digelar mahasiswa di berbagai daerah, Presiden Jokowi mempertimbangkan untuk menerbitkan perppu.
Hal itu disampaikan Jokowi usai bertemu puluhan tokoh di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (26/9/2019).
"Berkaitan dengan UU KPK yang sudah disahkan oleh DPR, banyak sekali masukan yang diberikan kepada kita, utamanya masukan itu berupa perppu. Tentu saja ini kita hitung, kalkulasi dan nanti setelah itu akan kita putuskan," kata Jokowi.
Baca juga: Istana: Tak Ada Permintaan Jokowi Percepat Pelantikan
Namun, hingga hari ini belum ada pengumuman langsung dari presiden apakah ia jadi menerbitkan perppu atau tidak. Kabar justru datang dari Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh.
Surya menyebut, Jokowi dan partai politik pendukung disebut sepakat untuk tidak mengeluarkan Perppu KPK.
Keputusan itu, lanjut Surya, disepakati ketika Presiden Jokowi dan pimpinan parpol pendukung bertemu di Istana Kepresidenan, Bogor, Jawa Barat, Senin (30/9/2019) malam.