Sementara itu, menanggapi hal yang sama, Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta DPR dan pemerintah membuka ruang dialog kepada publik sebelum menetapkan RKUHP.
Hal itu merupakan respons Kalla melihat masifnya penolakan RKUHP hingga berujung pada demonstrasi yang ricuh.
"Memang UU itu kan dibutuhkan juga public hearing atau pandangan publik tentang hal itu dan segera diharapkan berjalan," ujar Kalla melalui rekaman video resmi Sekretariat Wakil Presiden, Rabu (25/9/2019).
Namun, Kalla mengingatkan, RKUHP sangat penting bagi sistem hukum di Indonesia.
Sebab, selama ini Indonesia menggunakan KUHP buatan Pemerintah Kolonial Hindia Belanda di era penjajahan.
Baca juga: Penolakan RKUHP Masif, Wapres Minta DPR dan Pemerintah Dialog dengan Publik
Menurut Kalla, banyak hukum yang sudah tak relevan jika terus menggunakan KUHP buatan Pemerintah Kolonial Hindia Belanda itu. Karena itu, ia berharap, pemerintah dan DPR bisa segera mengesahkan KUHP baru.
"Karena ini UU yang sangat penting seperti KUHP yang sudah lebih dari 100 tahun, 60 tahun, jadi tentu banyak kemajuan. Kejahatan-kejahatan, contohnya kejahatan siber, dulu belum ada, atau kejahatan mengenai teknologi. Oleh karena itu, harus diperbarui," ujar Kalla.
"Ada beberapa pasal yang orang anggap, masyarakat anggap itu kurang pas, soal perzinahan tentu banyak orang berbeda pendapat. Tapi nanti DPR dan pemerintah mengkaji untuk pandangan itu bagaimana," kata dia.
Pemerintah selama ini dinilai tidak pernah membuka ruang dialog dengan mahasiswa. Sebaliknya, pemerintah malah menuding bahwa gerakan mahasiswa ditunggangi kepentingan politik.
Salah satunya yang disampaikan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.
Hal ini disayangkan putri Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Yenny Wahid.
Ia meminta pemerintah tak asal munuduh mahasiswa yang seolah-olah aksi mereka ditunggangi pihak tertentu.
Baca juga: Menkumham Yasonna Laoly Tuding Aksi Mahasiswa Ditunggangi
Apa lagi tudingan tersebut seolah dihubung-hubungkan dengan ancaman terhadap pelantikan Presiden dan Wakil Presiden pada 20 Oktober.
"Oleh karena itu saya mengimbau kepada pemerintah agar tidak menggunakan retorika yang bisa dianggap menyudutkan mereka seolah-olah mereka mudah ditunggangi, melaksanakan aksi-aksi karena ada motif politik tertentu, itu harus dihindari retorika seperti itu," ujar Yenny saat ditemui di Hotel Sari Pacific, Jakarta, Rabu (25/9/2019).
"Tentu yang kita utamankan sikap mau mendengarkan aspirasi yabg mereka suarakan. Baru dengan cara seperti itu mahasiswa dan pelajar bisa lebih reda lagi emosinya," tutur dia.
Baca juga: Yenny Wahid: Pemerintah Jangan Sudutkan Mahasiswa Seolah Aksinya Ditunggangi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.