JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) menjadi undang-undang dalam rapat paripurna Masa Persidangan I Tahun 2019-2020 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (24/9/2019).
Rapat tersebut dipimpin oleh Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah dan didampingi oleh Ketua DPR Bambang Soesatyo.
Dalam rapat, awalnya DPR dan sepakat untuk mengesahkan revisi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP).
Baca juga: Rapat Paripurna DPR, Banyak Bangku Kosong dan Hanya Dihadiri 288 Anggota
Pengesahan UU tentang PPP berjalan lancar, seluruh fraksi setuju pengesahan revisi UU PPP tanpa mengajukan interupsi.
Sebelum disahkan, Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Totok Daryanto mengatakan, ada tiga poin yang masuk dalam revisi UU tentang Pembentukan Peraturan Perundang.
Salah satunya tentang Sistem Pembahasan RUU secara berkelanjutan atau carry over.
Baca juga: Paripurna Diskors, DPR-Pemerintah Bahas Penundaan RUU Pemasyarakatan
"Pembahasan RUU yang tidak selesai pembahasannya pada DPR pada periode sekarang, dilanjutkan kepada DPR yang akan datang berdasarkan kesepakatan DPR pemerintah dan atau DPD," kata Totok.
Selanjutnya, DPR dan pemerintah mengesahkan RUU Pesantren menjadi UU. Pembicaraan tingkat II atau pengesahan RUU Pesantren juga berjalan baik dan merupakan UU yang ditunggu oleh asosiasi pesantren se-Indonesia.
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah selaku pimpinan rapat menanyakan perihal persetujuan RUU tersebut kepada seluruh fraksi.
Baca juga: Pemerintah Sepakat Bawa RUU PSDN ke Rapat Paripurna
"Apakah pembicaraan tingkat II atau pengambilan keputusan terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Pesantren dapat disetujui menjadi UU?" tanya Fahri.
"Setuju," jawab seluruh anggota dewan yang hadir.
Fahri pun mengetuk palu sebagai tanda disahkannya RUU tersebut.
Pengesahan RUU Pemasyarakatan dan 3 RUU lainnya Ditunda
Dalam rapat yang sama, DPR dan pemerintah sepakat menunda pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pemasyarakatan, menyusul permintaan Presiden Jokowi agar RUU Pemasyarakatan tidak disahkan pada DPR periode 2014-2019.
Baca juga: Sempat Alot soal Dana Abadi, RUU Pesantren Akhirnya Disepakati Dibawa ke Rapat Paripurna
Sebelum ditunda, para pimpinan DPR melakukan loby dengan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly selaku perwakilan pemerintah, pimpinan fraksi serta pimpinan Komisi III di ruang belakang rapat paripurna.
"Dalam lobi, kita mendengar penjelasan dari surat pemerintah yang disampaikan Menteri Hukum dan HAM, meneruskan pandangan presiden tentang perlunya penundaan RUU Pemasyarakatan," ujar Fahri Hamzah saat memimpin rapat paripurna.
Usai melakukan lobi, pimpinan rapat mempersilakan Wakil Ketua Komisi III Erma Suryani Ranik menyampaikan hasil laporan terkait RUU Pemasyarakatan.
Baca juga: DPR-Pemerintah Sepakat Bawa Revisi UU tentang PPP ke Rapat Paripurna
Setelah itu, pimpinan rapat Fahri Hamzah menanyakan setuju atau tidak pengesahan RUU Pemasyarakatan ditunda kepada seluruh anggota.
"Apakah kita dapat menyetujui usulan penundaan itu?" tanya Fahri.
Seluruh anggota yang hadir dalam rapat paripurna pun menyatakan setuju.
"Baik, sudah saya ketok," ucap Fahri.
Baca juga: DPR-Pemerintah Sepakat Bawa Revisi UU tentang PPP ke Rapat Paripurna
Selain RUU Pemasyarakatan, Presiden Jokowi juga meminta tiga RUU lainnya tidak disahkan pada periode DPR saat ini, yaitu RUU Minerba, Pertanahan dan RKHUP.
RKHUP ditunda pengesahan sampai waktu yang ditentukan
Ketua DPR Bambang Soesatyo mengatakan, DPR memahami permintaan Presiden Jokowi atas penundaan pengesahan RKUHP dan RUU Pemasyarakatan dan dua RUU lainnya yang masih dalam pembahasan ditingkat I, yaitu RUU Pertanahan dan RUU Minerba.
Terkait RKUHP, Bambang mengatakan, DPR dan pemerintah sepakat untuk menunda pengesahannya sampai pada waktu yang tidak ditentukan.
"Titik temunya penundaan sampai waktu yang tidak ditentukan, bisa sekarang periode ini atau yang akan datang. Artinya bisa periode yang akan datang," kata Bambang di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (24/9/2019).
Baca juga: Rapat Paripurna Luar Biasa DPD RI Berlangsung Ricuh
Bambang mengatakan, pemerintah bersama DPR akan menyisir kembali pasal-pasal yang kontroversial dalam RKUHP.
Ia pun berharap masyarakat dapat memahami RKUHP apabila siap disosialisasikan oleh pemerintah dan DPR.
Bambang juga memastikan, pembahasan RKHUP nantinya akan melibatkan sejumlah pakar dan profesor hukum dari berbagai universitas, praktisi hukum, ataupun lembaga swadaya dan organisasi kemasyarakatan.
Baca juga: Joko Anwar: Pak Jokowi Jangan Setujui RKUHP di Sidang Paripurna DPR RI
Tujuannya, agar setiap pasal dalam RKHUP dapat menjawab berbagai permasalahan dalam kehidupan masyarakat.
"Pembahasan RUU KUHP yang dimulai sejak 1963 itu sudah melewati masa 7 kepemimpinan presiden dengan 19 Menteri Hukum dan HAM. Kita sebenarnya sudah berada di ujung. Jika saat ini terjadi berbagai dinamika di masyarakat, sepertinya ini lebih karena sosialisasi yang belum masif," kata Bambang.