Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komisi VIII: Jika RUU Pesantren Disahkan, Lulusan Pesantren Setara Lulusan Lembaga Formal Lainnya

Kompas.com - 19/09/2019, 15:53 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily mengatakan, ada beberapa poin penting yang melatarbelakangi pihaknya mendorong pengesahan Rancangan Undang-undang (RUU) Pesantren.

Salah satu hal utamanya, Undang-undang ini berdampak pada pengakuan negara terhadap keberadaan pesantren.

"Pesantren mendapatkan pengakuan dari negara jika mendapatkan Undang-undang. Maka dengan pengakuan negara ini, aspirasi dari kalangan pesantren bahwa mereka membutuhkan pengakuan," kata Ace usai sebuah diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (19/9/2019).

Baca juga: RUU Pesantren Ditargetkan Rampung 24 September

Menurut Ace, RUU Pesantren menegaskan keberadaan pesantren sebagai lembaga mandiri dengan ciri khas institusi yang menanamkan nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan.

Hal ini, kata dia, memperkuat keutuhan NKRI.

Apalagi, pesantren tidak hanya berperan sebagai lembaga pendidikan, melainkan juga sebagai lembaga dakwah dan pemberdayaan masyarakat.

Baca juga: Rapat RUU Pesantren, Ormas Islam Sarankan Pembahasan Libatkan Komisi X

Paling penting, jika nantinya RUU Pesantren disahkan, tidak ada lagi ijazah lulusan pesantren yang tidak diakui setara dengan lulusan lembaga formal lainnya.

"Dengan adanya UU pesantren tentu pembelajaran di pesanten itu tentu muadalah, itu artinya diakui setara dengan lembaga formal lain ijazahnya, sehingga lulusan pesantren bisa ke perguruan tinggi yang ada," ujar Ace.

Selain itu, menurut Ace, dengan adanya RUU ini, pesantren tidak hanya akan mendapatkan dana APBN dari Kementerian Agama, tetapi juga bakal mendapatkan APBD.

Komisi VIII DPR RI tengah mengebut rancangan Undang-undang Pesantren.

Ditargetkan, RUU Pesantren dapat disahkan pada 24 September 2019.

Kompas TV Perkembangan zaman yang semakin maju menuntut kita untuk terus berinovasi dan memunculkan ide-ide baru. Salah satunya ide-ide mengenai bisnis baru yang dapat menghasilkan keuntungan. Tak dimungkiri bisnis yang tak pernah ada matinya adalah bisnis kuliner alias makanan. Hal inilah yang mengilhami anas pandu yang awalnya berprofesi sebagai jurnalis dan sekarang menekuni dan serius di bisnis kuliner. Sebelum terjun di bisnis kuliner anas pandu yang tinggal dan menetap di sidoarjo jawa timur juga sempat menjadi karyawan perusahaan asuransi hingga suatu hari bertemu kawan semasa menjadi santri di pesantren darul ulum jombang menjadikannya tertarik terhadap bisnis kuliner. Beragam inovasi mulai dari modifikasi jenis-jenis masakan sekaligus berinovasi terhadap nama-nama setiap masakan yang dihasilkan. Upaya lain yaitu dengan tetap mengikuti makanan apa saja yang sedang tren di masyrakat. Termasuk inovasi dalam hal pelayanan dan pemasaran. Konsumen juga dapat memesan beragam menu yang ia sajikan secara <em>online</em>. Kini dari dapur kecilnya pandu telah dapat melayani sejumlah pesanan dari acara-acara hajatan seperti ulang tahun syukuran hingga melayani untuk katering pernikahan. Pelayanan yang ia berikan tidak hanya bagi mereka yang pesan dalam jumlah besar. Bahkan pesanan yang hanya satu menu dan satu porsi pun tetap ia layani karena telah menjadi komitmen pandu dan tempat usahanya. #AlumniSantri #BisnisKatering #SapaSantri
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com