JAKARTA, KOMPAS.com - Pembawaan remaja perempuan berusia 17 tahun itu tenang dan terkesan tidak banyak bicara.
Ia tengah duduk di sebuah sofa saat Kompas.com menemuinya di Kios Ojo Keos, Lebak Bulus, Jakarta, Sabtu (7/9/2019) sore.
Cara bicaranya lugas dan tertata. Ia tetap tenang meski kami berbincang mengenai kasus kematian ayahnya, aktivis hak asasi manusia (HAM) Munir Said Thalib.
"Saya tak mau menyalahkan Pak Jokowi," ujar Diva Suukyi Larasati saat ditanya mengenai kasus ayahnya yang tidak kunjung terang hingga saat ini.
Baca juga: Kios Kecil dan Sayup Suara Dokumen TPF Pembunuhan Munir
Diva tak sempat mengenal sosok Munir. Saat Munir dibunuh, Diva masih berusia 2 tahun.
Cak Munir, aktivis dan pejuang HAM itu, dibunuh tepat 15 tahun lalu dalam penerbangan Garuda Indonesia GA 974 menuju Amsterdam, Belanda.
Pada 12 November 2004, Kepolisian Belanda mengumumkan hasil autopsi Munir. Hasilnya, ditemukan jejak senyawa arsenik.
Namun, tidak diketahui siapa dalang di balik pembunuhan Munir dan kenapa ia dibunuh.
Harapan sempat muncul saat Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono membentuk tim investigasi independen atau tim pencari fakta untuk mengungkap pembunuhan di udara itu.
Kendati demikian, hasil investigasi itu tidak pernah dibuka ke publik.
Saat masa kampanye Pilpres 2014, Jokowi pernah berjanji akan menuntaskan, kasus pelanggaran HAM masa lalu, termasuk kasus Munir, jika terpilih sebagai presiden.
Diva masih berharap Presiden Joko Widodo mau memenuhi janji kampanyenya.
Setelah 15 tahun berlalu sejak peristiwa naas di pesawat itu, Diva masih menyimpan harapan pemerintah mau mengungkap siapa orang yang merencanakan dan menginisasi pembunuhan ayahnya.
Sosok Munir memang tidak akan pernah mengisi kehidupan Diva seperti remaja pada umumnya. Tapi ia meyakini dalang di balik pembunuhan ayahnya tetap harus dibawa ke pengadilan.
Baca juga: Mengenal Arsenik, Racun Mematikan yang Membunuh Munir di Udara
Harapan Diva yang sangat sederhana.