Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW: Dewan Pengawas KPK Tak Diperlukan

Kompas.com - 07/09/2019, 11:39 WIB
Christoforus Ristianto,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai unsur dewan pengawas tak diperlukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Seperti diketahui, dewan pengawas diatur dalam draf revisi Undang-Undang KPK.

Kepala Divisi Monitoring Hukum dan Peradilan ICW, Tama Satya Langkun, menyatakan, KPK kini sudah memiliki sistem pengawasan internal melalui Direktorat Pengawasan Internal (PI). Direktorat itu, kata Tama, selama ini telah berjalan dengan baik.

"Kenapa perlu ada dewan pengawas, di internal KPK sendiri ada direktorat PI dan dewan penasihat. Pegawai di internal KPK pun berani untuk mengkritik pimpinannya, bahkan pimpinan juga ada yang kena masalah etik. Jadi tak diperlukan ya," ujar Tama dalam diskusi bertajuk "KPK dan Revisi Undang-Undangnya," di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (7/9/2019).

Baca juga: Samad: Siapa yang Menjamin Dewan Pengawas KPK Bebas Kepentingan?

Tama menambahkan, direktorat tersebut memiliki sistem prosedur untuk mendeteksi dan menindak dugaan pelanggaran di internal KPK.

"Pengawas Internal (PI) menerapkan standar SOP zero tolerance kepada semua terperiksa, tidak terkecuali pimpinan. Sistem kolektif kolegial lima pimpinan KPK juga adalah bagian dari saling mengawasi. Ditambah, jika ada pelanggaran berat yang dilakukan pimpinan, bisa dibentuk majelis kode etik untuk memprosesnya," tuturnya kemudian.

Menurut Tama, mekanisme pengawasan internal KPK terhadap pegawai dan pimpinan telah mengawal kinerja lembaga antikorupsi tersebut. Untuk itu, unsur dewan pengawas dalam RUU KPK dipertanyakan.

"Mekanisme imun di internal KPK berjalan. Pengawas internal juga ada, bahkan untuk mekanisme di pimpinan juga ada. Kalau pimpinan kena etik, artinya upaya untuk mengawasi dari kinerja sampai pada individu-individu pegawai KPK, itu berjalan dari mulai UU, masyarakat, termasuk internalnya," paparnya kemudian.

Baca juga: Dewan Pengawas KPK Dinilai Tidak Dibutuhkan

Diketahui, UU KPK yang berlaku saat ini sama sekali tidak memuat ketentuan adanya dewan pengawas. Sebaliknya, unsur dewan pengawas diatur dalam sejumlah pasal di draf revisi UU KPK, yaitu dalam Pasal 37A, 37B, 37C, 37D, 37E, 37F, 37G, dan 69A.

Diberitakan sebelumnya, seluruh fraksi di DPR setuju revisi UU KPK yang diusulkan Badan Legislasi (Baleg) DPR. Persetujuan seluruh fraksi disampaikan dalam rapat paripurna DPR yang digelar pada Kamis siang.

Baleg bertekad mengebut pembahasan revisi itu sehingga bisa selesai sebelum masa jabatan DPR periode 2019-2024 habis pada 30 September.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Nasional
Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Nasional
Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Nasional
Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Nasional
Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Nasional
Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Nasional
Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Nasional
Bawaslu Akui Kesulitan Awasi 'Serangan Fajar', Ini Sebabnya

Bawaslu Akui Kesulitan Awasi "Serangan Fajar", Ini Sebabnya

Nasional
Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Nasional
Anggota DPR-nya Minta 'Money Politics' Dilegalkan, PDI-P: Cuma Sarkas

Anggota DPR-nya Minta "Money Politics" Dilegalkan, PDI-P: Cuma Sarkas

Nasional
Duit Rp 5,7 Miliar Ditjen Holtikultura Kementan Diduga Dipakai untuk Keperluan SYL

Duit Rp 5,7 Miliar Ditjen Holtikultura Kementan Diduga Dipakai untuk Keperluan SYL

Nasional
Pengamat Nilai Ada Niat Menjaga Kekuasaan yang Korup di Balik Revisi UU Penyiaran

Pengamat Nilai Ada Niat Menjaga Kekuasaan yang Korup di Balik Revisi UU Penyiaran

Nasional
Istana Beri Santunan untuk Warga yang Terdampak Hempasan Heli Jokowi

Istana Beri Santunan untuk Warga yang Terdampak Hempasan Heli Jokowi

Nasional
Profil Juri Ardiantoro, Timses Prabowo-Gibran yang Jadi Stafsus Jokowi

Profil Juri Ardiantoro, Timses Prabowo-Gibran yang Jadi Stafsus Jokowi

Nasional
Pimpinan Komisi II DPR Sebut 70 Persen Komisioner KPU Se-Indonesia 'Tidak Layak Pakai'

Pimpinan Komisi II DPR Sebut 70 Persen Komisioner KPU Se-Indonesia "Tidak Layak Pakai"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com