Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar Hukum Sarankan Jokowi Batasi Jumlah Menteri dari Parpol

Kompas.com - 04/09/2019, 13:34 WIB
Christoforus Ristianto,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Konferensi Nasional Hukum Tata Negara yang diikuti para pakar hukum tata negara di Indonesia akan menyampaikan sejumlah rekomendasi kepada Presiden Joko Widodo.

Rekomendasi itu terkait pembentukan kabinet menteri pada pemerintahan baru Joko Widodo-Kiai Haji Ma'ruf Amin periode 2019-2024.

"Mestinya sih minggu ini atau minggu depan harus sudah diserahkan. Pak Presiden mintanya cepat ya untuk mendapatkan masukan konkret dari kami," kata salah satu peserta konferensi Bivitri Susanti dalam konferensi pers di Hotel JS Luwansa, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (4/9/2019).

Wanita yang juga pengajar Sekolah Tinggi Hukum (STH) Jentera itu merinci, ada empat rekomendasi yang akan diberikan kepada Presiden.

Baca juga: Jokowi Minta Tak Diganggu Susun Kabinet, Nasdem: Partai Koalisi Sudah Tahu

Pertama, yakni terkait posisi tawar Presiden Jokowi dengan partai politik koalisinya dalam hal penyusunan kabinet.

Ia menyatakan, UU Kementerian Negara dan praktik ketatanegaraan yang berdampak pada terbentuknya koalisi politik ternyata sangat membatasi hak prerogatif Presiden dalam penentuan kabinet.

Pengajar Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, Bivitri Susanti dalam diskusi di Indonesia Corruption Watch (ICW), Jakarta, Minggu (9/9/2018).KOMPAS.com/ABBA GABRILLIN Pengajar Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, Bivitri Susanti dalam diskusi di Indonesia Corruption Watch (ICW), Jakarta, Minggu (9/9/2018).
Pasalnya, Presiden pada akhirnya mau tidak mau harus memperhitungkan secara politik daya tawar parpol dalam pemerintahan.

"Padahal di sisi lain, ada keinginan kuat untuk memiliki kabinet yang lebih profesional. Karenanya, penting untuk membatasi jumlah menteri yang berasal dari parpol," ujar Bivitri.

Baca juga: Megawati Minta Kabinet Jokowi Tak Buru-buru Disusun

Kedua, yakni berkaitan dengan postur kabinet serta komposisi menteri untuk membentuk mesin pemerintahan yang efektif.

"Kabinet yang berjumlah proporsional perlu dipikirkan sesuai dengan program kerja dan urusan-urusan yang diatur dalam konstitusi," ucapnya.

Presiden dinilai perlu kembali mempertimbangkan efektivitas menteri koordinator, mendorong UU Lembaga Kepresidenan sebagai penyempurnaan dari UU Kementerian Negara dan pembentukan lembaga yang menyatukan fungsi terkait dengan peraturan perundang-undangan di internal pemerintah.

Ketiga, Presiden disarankan meningkatkan relasia antara eksekutif dengan legislatif dalam konteks menjalankan pemerintahan yang efektif.

"Pola relasi eksekutif dan legislatif dalam konteks menjalankan pemerintahan juga akan berkaitan dengan pelaksanaan fungsi DPR, yakni legislasi, pengawasan dan anggaran," lanjut dia.

Baca juga: Jokowi: Kabinet Itu Hak Prerogatif Presiden, Jangan Ikut Campur!

Rekomendasi terakhir, Presiden Jokowi dinilai perlu memperbaiki hubungan antara kabinetnya dengan pemerintah daerah.

"Perlu perbaikan koordinasi antara kementerian atau lembaga sesuai sektor masing-masing daerah. Tidak selalu dengan kementerian dalam negeri. Desentralisasi merupakan pendorong pemerintahan yang efektif sehingga harus dikelola dengan tepat," lanjut dia.

Sebelumnya, dalam peresmian Pembukaan Konferensi Hukum Tata Negara ke-6 Tahun 2019 di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (2/8/2019) lalu, Presiden Jokowi meminta pakar hukum tata negara supaya mereka mengkaji format kabinet presidensial yang ideal kedepan.

"Bapak ibu super ahlinya. Saya titip, tolong dipikirkan dan tolong dirancang bagaimana respon hukum tata negara yang sudah sangat berubah," ujar Jokowi.

"Bukan hanya format kabinet presidensial saja. Tapi hukum dan administrasi tata negara keseluruhan juga," lanjut dia.

 

Kompas TV Kerap ditanya mengenai nama calon menterinya, Presiden Jokowi curhat saat peresmian pembukaan Konferensi Hukum Tata Negara ke-6 tahun 2019 di Istana Kepresidenan, Senin (2/9/19). "Pak, siapa sih nanti menteri-menterinya? Kemana-mana ditanya ini terus. Pak, bapak A masuk enggak, Pak? Nanti ke tempat lain, Ibu B masuk ke kabinet enggak, Pak?” ujar Jokowi. Menanggapi hal itu, Jokowi meminta semua orang yang bertanya untuk bersabar. Ia pastikan susunan kabinet jilid II akan diumumkan dalam waktu dekat. Apalagi Jokowi menegaskan penyusunan kabinet adalah hak prerogatifnya sebagai presiden terpilih 2019-2024. "Konstitusi kita mengatakan, penyusunan kabinet itu hak prerogatif presiden. Jadi jangan ada yang ikut campur," kata Jokowi. #Jokowi #MenteriJokowi #KabinetJokowi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Yakin Presidential Club Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Yakin Presidential Club Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Nasional
Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Nasional
Gejala Korupsisme Masyarakat

Gejala Korupsisme Masyarakat

Nasional
KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

Nasional
PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

Nasional
Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Nasional
Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Nasional
Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Nasional
MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

Nasional
Paradoks Sejarah Bengkulu

Paradoks Sejarah Bengkulu

Nasional
Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Nasional
Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Nasional
Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com