JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menyebutkan bahwa harapan publik terhadap calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2019-2023 ada di tangan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Pasalnya, 20 nama capim KPK yang telah menjalani serangkaian tes dari panitia seleksi (pansel) akan dipilih lagi sebanyak 10 orang oleh Panitia Seleksi Capim KPK.
Rencananya, 10 orang terpilih itu akan disampaikan oleh Pansel Capim KPK kepada Jokowi pada 2 September 2019.
"Masih ada ruang mempertimbangkan nama-nama itu untuk masuk ke DPR. Karena hanya sampai di Jokowi harapan publik optimistis. Jika sudah maju ke DPR, semua serba pragmatis," ujar Lucius dalam diskusi Formappi di kawasan Matraman, Jakarta Timur, Minggu (1/9/2019).
Baca juga: Di Tahap Akhir Masih Menuai Kritik, Ini Tanggapan Pansel Capim KPK
Ke-10 orang capim KPK yang diserahkan kepada Jokowi itu nantinya akan menjalani fit and proper test di DPR.
Dari hasil fit and proper test, hanya akan ada lima orang saja yang terpilih sebagai pimpinan atau komisioner KPK periode 2019-2023.
"Kunci terakhir dari proses rekutmen capim ada di Presiden Jokowi. Beliau yang menunjuk Pansel melakukan seleksi itu dan bertanggung jawab atas hasil seleksi. Ini bisa digunakan, diproses, atau tidak," ujar dia.
Menurut Lucius, beragam penilaian publik terhadap 20 orang nama capim KPK yang dihasilkan pansel ini, jika tidak direspons Pansel Capim KPK, maka tugas Jokowi-lah yang memastikan suara publik terakomodasi.
Baca juga: Pansel Capim KPK Dinilai Terlalu Prosedural dan Resisten akan Kritik
Salah satu suara publik yang dimaksud adalah yang disampaikan oleh Koalisi Masyarakat Sipil. Mereka menilai pansel tidak selektif karena ada beberapa capim yang memiliki rekam jejak buruk masih lolos seleksi.
"Jika Jokowi masih konsisten dengan apa yang jadi penilaiannya, yakni (capim) yang cukup berintegritas, maka dia harus memastikan nama-nama yang akhirnya dibawa ke DPR bukan nama-nama yang jadi pusat kritikan publik, khususnya dari Polri dan Kejaksaan," kata dia.
Terlebih, kata dia, alasan berdirinya KPK juga dikarenakan kedua lembaga tersebut dinilai tak mumpuni dalam melakukan pemberantasan korupsi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.