Ketentuan lain dalam RKUHP yang dianggap bermasalah adalah pasal perzinaan.
Erasmus berpandangan pasal tersebut menunjukkan bahwa negara terlalu jauh mencampuri ranah privat warga negara.
"Kita mintanya pasal itu dihapus karena ya isunya privat, dampak bawaannya itu luas sekali," ujar Erasmus.
Baca juga: ICJR: Pasal Perzinaan dalam RKUHP Perlu Dihapus
Dalam pasal 417 draf RKUHP, setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya, dipidana karena perzinaan dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau denda kategori II.
Kemudian pasa pasal 419, setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.
Kedua tindak pidana tersebut tidak dapat dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan suami, istri, orang tua, atau anak.
Baca juga: Pasal Aborsi dalam RKUHP Dinilai Berpotensi Ancam Korban Perkosaan
Dampak lainnya menurut Erasmus, pasal tersebut berpotensi menimbulkan praktik main hakim sendiri di tengah masyarakat.
Meski merupakan delik aduan, namun tidak dapat dipastikan masyarakat mengetahui bahwa perzinaan hanya dapat diadukan oleh suami, istri, orang tua atau anak.
"Nanti bisa terjadi main hakim sendiri. Masyarakat kan bisa jadi tidak tahu kalau itu delik aduan. Tahunya kan perzinaan tidak boleh, nanti bisa jadi malah main hakim sendiri," kata Erasmus.
Baca juga: 5 Masalah RKUHP, dari Penerapan Hukuman Mati hingga Warisan Kolonial
Selain itu, Erasmus juga menyoroti ketentuan pengaduan yang bisa dilakukan oleh orang tua. Ia menilai hal itu justru dapat meningkatkan angka perkawinan anak.
Berdasakan catatan ICJR, 89 persen perkawinan anak di Indonesia terjadi karena kekhawatiran orang tua, baik karena faktor ekonomi maupun karena asumsi orang tua bahwa anaknya telah melakukan hubungan di luar perkawinan.
"Yang bisa mengadu jangan termasuk orang tua karena bisa menimbulkan perkawinan usia anak. Jadi yang mengadukan itu suami, istri atau anak saja," ucap Erasmus.
Potensi Ancaman Bagi Korban Perkosaan
Pasal aborsi dalam RKUHP juga memiliki persoalan yang tidak kalah penting.
Pasal itu dianggap berbahaya karena bersifat diskriminatif terhadap perempuan dan berpotensi mengkriminalisasikan korban perkosaan.
Baca juga: Pasal Living Law Dalam RKUHP Dinilai Berpotensi Munculkan Perda Diskriminatif