Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Demokrasi Mundur jika Pilpres Dikembalikan ke MPR

Kompas.com - 23/08/2019, 15:09 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan, jika pemilihan presiden dan wakil presiden dikembalikan pada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), hal itu merupakan sebuah kemunduran demokrasi.

Indonesia sebagai negara yang menganut demokrasi idealnya menyelenggarakan pemilihan kepala dan wakilnya melalui pemilihan langsung yang melibatkan rakyat.

"Adalah langkah mundur kalau kemudian Pilpres dikembalikan kepada MPR. Itu adalah kemunduran konsolidasi demokrasi Indonesia," kata Titi kepada Kompas.com, Jumat (23/8/2019).

Menurut Titi, demokrasi di Indonesia pasca-reformasi sudah menunjukkan banyak capaian.

Baca juga: Usul Amandemen UUD 1945, PDI-P Pastikan Pilpres Tetap Dipilih Rakyat

Meskipun belum sepenuhnya menjadi negara yang demokratis, demokrasi Indonesia sudah memperlihatkan adanya perkembangan.

Hal itu, tidak lepas dari adanya pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung.

Tidak hanya itu, menurut Titi, hingga saat ini tidak ada kondisi objektif yang menunjukkan bahwa pilpres selama ini tidak berjalan baik.

Justru, dibandingkan dengan pemilu legislatif dan pemilihan kepala daerah (pilkada), pilpres-lah yang penyelenggaraannya paling baik.

"Sehingga (jika) pilpres dikembalikan kepada MPR, tidak ada justifikasi atau argumentasi yang kuat bahwa masyarakat kita tidak mampu atau gagal di dalam mempraktikkan pilpres langsung," ujarnya.

Baca juga: Perludem Sebut Peserta Pemilu 2019 Tak Jujur Laporkan Dana Kampanye

Titi menambahkan, jika pilpres langsung dihilangkan, maka hal ini akan menurunkan partisipasi warga negara dalam kehidupan berdemokrasi.

Sebab, selama ini pilpres memberi ruang kepada pemilih untuk melakukan fungsi koreksi kepada kepemimpinan yang ada.

"Mengembalikan pemilihan presiden langsung kepada MPR dalam konteks hari ini menjadi sangat tidak relevan," kata dia.

Baca juga: Sepakat Dengan Jokowi, PAN Tolak MPR Jadi Lembaga Tertinggi

Diberitakan sebelumnya, Presiden Joko Widodo khawatir amendemen UUD 1945 berujung pada kembalinya presiden dan wakil presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

"Itu saling kait mengait. Kalau GBHN dikerjakan oleh MPR, artinya presiden mandataris MPR. Kalau presiden mandataris MPR, artinya presiden dipilih oleh MPR," kata Jokowi dalam acara "Satu Meja" di Kompas TV, Rabu (21/8/2019).

Jokowi pun menegaskan bahwa ia akan menjadi orang yang pertama kali menolak jika presiden dipilih kembali oleh MPR.

Mantan Gubernur DKI Jakarta itu ingin agar presiden dan wakil presiden tetap dipilih langsung oleh rakyat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com