JAKARTA, KOMPAS.com - Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menyatakan, kebijakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kementerian Kominfo) untuk memutus akses internet di Papua tidak menghormati hak publik untuk memperoleh informasi.
Diketahui, pemerintah memutuskan membatasi dan kemudian memblokir akses internet guna mempercepat proses pemulihan situasi dan keamanan di Provinsi Papua dan Papua Barat.
"Langkah pemerintah memblokir akses internet tidak menghormati hak publik untuk memperoleh informasi," ujar Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Anggara, saat dihubungi via telepon, Jumat (23/8/2019).
Baca juga: Pembatasan Akses Internet di Papua, Tujuan Mulia yang Tuai Pro dan Kontra
Anggara menjelaskan, pelambatan akses di Papua dan Papua Barat tidak sesuai dengan Pasal 28F UUD 1945.
Pasal itu menyatakan bahwa setiap orang berhak berkomunikasi dan memperoleh informasi.
Selain itu, lanjutnya, kebijakan itu juga tidak sesuai dengan Pasal 19 Deklarasi Umum HAM yang memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk mencari, menerima, dan menyampaikan informasi.
"Pembatasan bahkan pemblokiran di Papua dan Papua Barat merupakan tindakan sewenang-wenang," kata dia.
Baca juga: Batasi Akses Internet di Papua dan Papua Barat, Menkominfo Punya Perhitungan
Keputusan ini, seperti dituturkan Anggara, juga tidak sesuai kewenangan pemerintah dalam Pasal 40 Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Dalam Pasal 40 Ayat (1), disebutkan bahwa "Pemerintah memfasilitasi pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan".
Diketahui, Kementerian Komunikasi dan Informatika menutup akses internet di wilayah Papua dan Papua Barat pada Rabu (21/8/2019).
Langkah ini dilakukan dengan alasan untuk mempercepat proses pemulihan situasi keamanan di sana.
Keputusan ini diambil setelah pihak Kementerian Kominfo berkoordinasi dengan penegak hukum dan instansi terkait.