JAKARTA, KOMPAS.com - Merdeka! Republik Indonesia memperingati ulang tahun ke-74 tahun pada hari ini, Sabtu (17/8/2019).
Kemerdekaan Indonesia 74 tahun lalu ditandai dengan pembacaan teks proklamasi pada 17 Agustus 1945 oleh Ir. Soekarno dan didampingi Mohammad Hatta.
Pembacaan naskah proklamasi tersebut sekaligus menandai kemerdekaan Indonesia dan lepas dari jerat penjajahan.
Dari sejumlah pemberitaan Kompas.com, berikut sejumlah fakta menarik seputar proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.
Sayuti Melik adalah orang yang mengetik teks proklamasi.
Ia bernama asli Mohamad Ibnu Sayuti lahir di Sleman, Yogyakarta, pada 22 November 1908.
Baca juga: HUT RI 17 Agustus, LRT Palembang Gratis untuk Umum
Jiwa dan semangat nasionalisme Sayuti diwariskan oleh sang ayah.
Pada 1902, Sayuti Melik belajar tentang nasionalisme di sekolah guru di kota Solo, Jawa Tengah, hingga akhirnya timbul keinginan menentang sejarah.
Tulisan-tulisan karya Sayuti pernah membuatnya ditahan oleh penjajah.
Pada 1926, Sayuti ditangkap karena dituduh membantu PKI.
Berulang kali ia keluar-masuk penjara.
Namun, Sayuti terus bergerak dan semakin kritis.
Menjelang persiapan kemerdekaan, Sayuti tergabung dalam anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Setelah mendengar berita kekalahan Jepang dari Sekutu pada 16 Agustus 1945, Sayuti Melik, Chaerul Saleh, Sukarni, Wikana, dan pemuda lain berencana membawa Soekarno-Hatta agar segera memproklamirkan kemerdekaan Indonesia.
Baca juga: Jelang 17 Agustus: Sepenggal Cinta Soekarno di Bengkulu...
Akhirnya, Soekarno-Hatta dibawa ke Rengasdengklok dan didesak untuk mengambil tindakan sebelum terlambat.
Desakan ini dipenuhi oleh Soekarno-Hatta.
Rumah Laksamana Muda Maeda menjadi lokasi penyusunan naskah proklamasi.
Setelah naskah proklamasi selesai, Sayuti mengusulkan agar teks proklamasi ditandatangani Soekarno-Hatta.
Sayuti mengubah dan mengetik naskah proklamasi tersebut.
Kalimat awal "Wakil-wakil bangsa Indonesia" menjadi "Atas nama bangsa Indonesia".
Pembacaan teks proklamasi kemerdekaan RI diikuti dengan pengibaran perdana bendera Merah Putih.
Pengibaran tersebut dilakukan oleh tiga orang yaitu Latief hendraningrat, Suhud, dan SK Trimurti.
Latief Hendraningrat
Latief Hendraningrat memiliki nama asli Raden Mas Abdul Latief Hendraningrat. Ia lahir di Jakarta pada 15 Februari 1911.
Dia merupakan seorang prajurit Pembela Tanah Air (PETA). Latief juga pernah menjabat komandan kompi dan berpangkat Sudanco.
Baca juga: 4 Jenis Lomba 17 Agustus dan Makna di Baliknya
Pangkat tersebut berada dibawah pangkat tertinggi pribumi ketika itu yaitu Daidanco atau komandan batalion.
Saat pengibaran bendera Merah Putih, Latief memakai seragam tentara Jepang karena merupakan pasukan PETA.
Bersama Suhud Sastro Kusumo, Latief mengibarkan bendera merah putih pertama setelah pembacaan teks proklamasi.
Suhud Sastro Kusumo
Suhud lahir pada 1920 dan merupakan anggota barisan Pelopor bentukan Jepang.
Dalam persiapan pembacaan proklamasi dan pengibaran bendera merah putih, Suhud diperintahkan mempersiapkan tiang bendera.
Tiang ini kemudian digunakan untuk mengibarkan Sang Saka Merah Putih.
Suhud bertugas sebagai pembentang bendera yang akan ditarik oleh Latief.
Surastri Karma (SK) Trimurti
SK Trimurti lahir di Boyolali, Jawa Tengah, pada 11 Mei 1912.
Ia menjalani pendidikan dasar di Noormal School dan AMS di Surakarta.
Setelah lulus, SK Trimurti melanjutkan pendidikan tinggi di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI).
SK Trimurti pernah menjabat sebagai Menteri Tenaga Kerja pertama di Indonesia di bawah Perdana Menteri Amir Syarifudin yang menjabat pada 1947-1948.
Saat proklamasi kemerdekaan, ia bersama Latief dan Suhud bertugas sebagai pengibar bendera.
Istri Soekarno, Ibu Fatmawati sempat menangis di atas bendera Merah Putih.
"Berulang kali saya menumpahkan air mata di atas bendera yang sedang saya jahit itu," kenang Fatmawati.
Saat itu, Fatmawati tengah hamil tua dan telah masuk bulan untuk melahirkan putra sulungnya dengan Bung Karno, yang kemudian diberi nama Guntur Soekarnoputra.
Fatmawati menghabiskan waktunya untuk menjahit bendera besar tersebut di ruang makan dengan kondisi fisik hamil besar.
Tetesan air mata Fatmawati merupakan wujud haru atas perjuangan yang cukup panjang oleh rakyat Indonesia dan para pemimpinnya dalam meraih kemerdekaan.
Dirgahayu, Indonesia!
(Sumber: Kompas.com/Aswab Nanda Pratama, Dylan Aprialdo Rachman)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.