Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menanti Babak Baru Kasus Korupsi E-KTP....

Kompas.com - 14/08/2019, 07:15 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Setelah cukup lama tak mendengar perkembangan kasus korupsi pengadaan proyek Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik atau e-KTP, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada akhirnya mengumumkan empat tersangka baru, Selasa (12/8/2019).

Ke-empat tersangka itu punya peran yang sudah didalami KPK. Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menuturkan, KPK masih menelusuri kasus yang merugikan negara sebesar Rp 2,3 triliun ini dan menduga ada sejumlah pihak yang juga harus bertanggung jawab. 

Pengembangan yang dinanti

Pengembangan kasus ini dinanti banyak pihak, termasuk elemen masyarakat sipil. Seiring berjalannya waktu, upaya penuntasan kasus ini terus ditagih kepada KPK.

Pada 12 Mei 2019, misalnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Transparency International Indonesia (TII) memasukkan kasus ini ke dalam 18 kasus korupsi lama dalam skala besar yang belum dituntaskan KPK.

Dari catatan ICW dan TII dalam kasus-kasus tersebut, masih ada pihak-pihak lain yang diduga terlibat, namun belum terjerat.

Selain itu, aktor utama di balik kasus belum terungkap, tersangka ada yang belum ditahan; dan belum adanya perkembangan yang signifikan.

Baca juga: Setelah 4 Tersangka Baru, KPK Terus Kembangkan Kasus E-KTP

Mereka berharap kasus ini bisa segera dituntaskan. Di sisi lain, Pimpinan KPK Agus Rahardjo dan empat koleganya dalam sejumlah kesempatan pun menjanjikan kasus e-KTP ini terus dikembangkan.

Kasus ini terbilang kakap jika dilihat dari dugaan kerugian keuangan negara yang mencapai Rp 2,3 triliun. Jumlah itu diperoleh dari perhitungan pembayaran yang lebih mahal dibandingkan harga rill proyek.

Total pembayaran kepada konsorsium yang dipimpin Perum Percetakan Negara RI (PNRI) itu sebesar Rp 4,92 triliun.

Padahal, harga rill pelaksanaan proyek tahun anggaran 2011-2012 itu sekitar Rp 2,62 triliun.

Banyak pihak yang terlibat

Selain dari skala kerugian keuangan negara, kasus ini relatif besar karena melibatkan banyak orang, dari unsur eksekutif, legislatif dan pengusaha.

Sebelum empat tersangka baru ini, dalam pokok perkara saja, KPK sudah menjerat delapan orang. Sebanyak tujuh orang sudah divonis bersalah melakukan tindak pidana korupsi oleh pengadilan.

Mereka adalah mantan Ketua DPR Setya Novanto, dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Sugiharto, pengusaha Made Oka Masagung dan mantan Direktur PT Murakabi Sejahtera Irvanto Hendra Pambudi Cahyo.

Baca juga: Soal Tersangka Kasus E-KTP di Singapura, KPK Koordinasi dengan Otoritas Setempat

Kemudian pengusaha Andi Naragong dan Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudiharjo.

Terakhir, adalah mantan anggota Komisi II DPR Markus Nari. Ia merupakan orang ke-8 yang rencananya segera menjalani persidangan pada Rabu (14/8/2019) ini.

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Koruspi (KPK) Saut Situmorang (kanan) didampingi Juru Bicara KPK Febriadiansyah (kiri) menyampaikan keterangan pers terkait pengembangan kasus dugaan korupsi KTP Elektronik di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (13/8/2019). KPK dalam pengembangannya telah menetapkan empat tersangka baru yakni MSH, ISE, HSF dan PLS sehingga sampai saat ini KPK telah memproses 14 orang dalam perkara dugaan korupsi pengadaan KTP Elektronik.   ANTARA FOTO/Reno Esnir/hp.ANTARA FOTO/RENO Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Koruspi (KPK) Saut Situmorang (kanan) didampingi Juru Bicara KPK Febriadiansyah (kiri) menyampaikan keterangan pers terkait pengembangan kasus dugaan korupsi KTP Elektronik di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (13/8/2019). KPK dalam pengembangannya telah menetapkan empat tersangka baru yakni MSH, ISE, HSF dan PLS sehingga sampai saat ini KPK telah memproses 14 orang dalam perkara dugaan korupsi pengadaan KTP Elektronik. ANTARA FOTO/Reno Esnir/hp.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang pun memastikan kasus ini terus berlanjut, setelah empat orang menjadi tersangka baru pada Selasa (13/8/2018).

KPK menduga masih ada pihak lain yang terlibat dan menikmati aliran dana dalam korupsi proyek e-KTP.

"Kalau penyidik bicara strategi, ya kita tunggu strateginya seperti apa. Mengenai nama-nama lain, ketika Anda harus tanya siapa berbuat apa, penyidik yang lebih paham, tetapi, kalau Anda tanya saya, saya punya perhitungan sendiri, tetapi saya enggak bisa bilang di sini, di ekspose saya sampaikan pikiran saya," kata Saut di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (13/8/2019).

Baca juga: Catatan ICW dan TII: 18 Kasus Korupsi Besar Belum Dituntaskan KPK

Secara personal, Saut mengaku menaruh perhatian khusus pada kasus ini. Ia berjanji terus mengawal pengembangan kasus ini hingga masa jabatannya selesai pada akhir 2019 nanti.

"Kasus ini saya kawal betul. Jadi sekali lagi ya imbauan agar bersabar dulu untuk kemudian kita konsisten mendalami ini, siapa-siapa berbuat apa, itu mungkin nanti yang perlu proses. KPK tetap berlanjut menindaklanjuti kasus ini," ujar dia.

Empat tersangka baru

Empat tersangka baru yang diumumkan itu adalah mantan anggota DPR Miryam S Hariyani; Direktur Utama Perum Percetakan Negara RI (PNRI) Isnu Edhi Wijaya.

Baca juga: KPK Tetapkan Empat Tersangka Baru Kasus Korupsi E-KTP

Kemudian, Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan Kartu Tanda Penduduk Elektronik Husni Fahmi; dan Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra, Paulus Tanos.

Mereka dianggap ikut melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Peran empat tersangka

Miriam, Isnu, Husni dan Fahmi memiliki peran tersendiri di kasus ini.

Miriam S Hariyani diduga meminta uang 100.000 dollar Amerika Serikat (AS) pada Mei 2011 kepada Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil saat itu, Irman.

Tak sampai di situ, Miriam diduga meminta uang dengan kode "uang jajan" kepada Irman. Permintaan itu mengatasnamakan rekan-rekannya di Komisi II yang akan reses.

Dalam pertimbangan hakim dalam perkara dengan terdakwa Setya Novanto, Miriam diduga diperkaya 1,2 juta dollar AS terkait proyek e-KTP.

Kemudian, Isnu Edhi Wijaya. Ia berperan dalam membantu langkah sejumlah perusahaan yang tergabung dalam konsorsium PNRI untuk menjadi pemenang lelang. Caranya dengan melakukan pendekatan terhadap Irman dan pejabat Kemendagri lainnya, Sugiharto.

Isnu termasuk pihak yang menyanggupi permintaan Irman agar menyediakan fee ke sejumlah anggota DPR.

Terdakwa pemberi keterangan palsu dalam kasus Korupsi KTP elektronik Miryam S Haryani memberikan keterangan saat menjalani sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (16/10). Mantan anggota Komisi II DPR itu menjalani sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/foc/17.Hafidz Mubarak A Terdakwa pemberi keterangan palsu dalam kasus Korupsi KTP elektronik Miryam S Haryani memberikan keterangan saat menjalani sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (16/10). Mantan anggota Komisi II DPR itu menjalani sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/foc/17.
Atas perbuatannya Isnu, manajemen bersama Konsorsium PNRI diduga diperkaya Rp 137,98 miliar dan Perum PNRI diperkaya Rp 107,71 miliar.

Ketiga, Husni Fahmi. Ia berperan mengubah spesifikasi, rencana anggaran biaya, dan syarat lainnya dengan tujuan mark-up.

Husni juga diduga diperintahkan Irman untuk mengawal PNRI, Astragraphia dan PT Murakabi Sejahtera agar bisa lulus persyaratan.

"Tersangka HFS diduga tetap meluluskan, meskipun ketiganya tidak tidak memenuhi syarat wajib, yakni mengintegrasikan Hardware Security Modul (HSM) dan Key Management System (KMS)," ujar Saut.

Dalam kasus ini, Husni diduga diperkaya 20.000 dollar AS dan Rp 10 juta.

Terakhir, Paulus Tanos. Ia diduga memengaruhi Standard Operating Procedure (SOP) pelaksanaan kerja, struktur organisasi pelaksana kerja, dan spesifikasi teknis yang kemudian dijadikan dasar untuk penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS).

Baca juga: KPK Ungkap Peran Empat Tersangka Baru dalam Kasus Korupsi E-KTP

Kemudian pada tanggal 11 Februari 2011 ditetapkan oleh Sugiharto selaku pejabat pembuat komitmen (PPK).

Paulus juga diduga bertemu dengan Isnu, pengusaha Andi Narogong, dan Direktur Biomorf Lone LLC Johannes Marliem untuk membahas pemenangan konsorsium PNRI dan menyepakati fee sebesar 5 persen serta skema pembagian beban fee yang akan diberikan ke beberapa anggota DPR RI dan pejabat Kemendagri.

"Dan sebagaimana telah muncul di fakta persidangan dan pertimbangan hakim dalam perkara dengan terdakwa Setya Novanto, PT Sandipala Arthaputra diduga diperkaya Rp 145,85 miliar terkait proyek ini," ujar Saut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

Nasional
Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti juga Kebagian

Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti juga Kebagian

Nasional
Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Projo: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Projo: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Nasional
Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com