Ilustrasi Undang-undang Informasi & Transaksi Elektronik (ITE).(Ist)
JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Institute For Criminal Justice Reform (ICJR) Anggara Suwahju menegaskan bahwa rencana pemerintah merevisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) harus sejalan dengan ketentuan dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang tengah dibahas.
Anggara mengatakan, revisi UU ITE dan pembahasan RKUHP harus sejalan agar tidak terjadi duplikasi pasal.
"Duplikasi tindak pidana akan mengakibatkan tumpang tindih yang bertentangan dengan kepastian hukum," ujar Anggara kepada Kompas.com, Senin (5/8/2019).
Menurut Anggara, revisi UU ITE harus menjamin duplikasi tidak terjadi, misalnya terkait tindak pidana penghinaan dan tindak pidana penyebaran berita bohong.
Penelusuran Kompas.com, terdapat perbedaan ancaman pidana terkait tindak pidana penghinaan dalam UU ITE dengan KUHP dan RKUHP yang tengah dibahas.
UU ITE menyatakan bahwa setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda paling banyak Rp750.000.000.
Sementara itu, dalam KUHP tindak pidana penghinaan secara lisan diancam pidana penjara maksimal 9 bulan dan penghinaan secara tertulis maksimal 1 tahun 4 bulan.
Berdasarkan draf RKUHP per 25 Juni 2019, penghinaan secara lisan tetap diancam pidana penjara maksimal 9 bulan.
Sedangkan, penghinaan secara tertulis ataupun gambar diancam pidana maksimal 1 tahun 6 bulan.
"Revisi UU ITE harus menjamin duplikasi tidak terjadi, misalnya untuk tindak pidana penghinaan dan tindak pidana penyebaran berita bohong," kata Anggara.
Wacana pemerintah merevisi UU ITE mengemuka pasca-pemberian amnesti terhadap Baiq Nuril oleh) Presiden Joko Widodo.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly telah menyatakan bahwa pemerintah akan membahas rencana revisi UU ITE ini dan meminta Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) untuk mulai mengkaji rencana revisi.
Kompas TV Unggahan video dan foto secarik kertas menu makanan dengan tulisan tangan di pesawat Garuda Indonesia kelas bisnis tujuan Sydney-Denpasar-Jakarta beberapa waktu lalu berbuntut panjang. Sang pengunggah Rius Vernandes dilaporkan ke polisi atas tuduhan pencemaran nama baik berlandaskan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Ketua Harian Serikat Karyawan Garuda Indonesia, Tomy Tampatty menyebut postingan Rius itu menimbulkan kerugian bagi perusahaan. Sementara terkait diberikannya menu makanan dengan tulisan tangan kepada penumpang Tomy Tampatty menyebut pihak Garuda Indonesia tengah melakukan penyelidikan internal untuk mengetahui apakah ada kesalahan prosedur yang dilakukan kru pesawat. Soal menu tulisan tangan itu sudah diklarifikasi oleh pihak Garuda Indonesia di akun twitter mereka @IndonesiaGaruda. “Dapat kami sampaikan bahwa ini bukan kartu menu untuk penumpang melainkan catatan pribadi kabin yang tidak untuk disebarluaskan terima kasih.” Tulis akun @IndonesiaGaruda. Menanggapi hal ini Rius Verdandes mengatakan dirinya melihat penumpang lain dibagikan kertas tulisan tangan sebagai pengganti buku menu. Sementara itu polisi telah meminta keterangan pelapor dan sejumlah saksi atas laporan terhadap <em>youtuber</em>, Rius Vernandes. Namun Rius batal diperiksa karena ada kegiatan lain. Polisi telah menjadwalkan ulang pemeriksaan terhadap Rius pada 23 Juli mendatang. Konsumen punya hak untuk menyampaikan pendapat dan keluhannya sementara pelaku usaha wajib mendengarkan keluhan itu. Namun sejauh mana undang-undang melindungi opini konsumen di media sosial. Di mana jeratan UU ITE kini menjadi sorotan khusus agar opini di medsos tak berujung pidana. Apakah langkah PT Garuda Indonesia yang melaporkan <em>youtuber</em> Rius Vernades sudah tepat? Dan bagaimana reaksi dari Rius Vernandes sendiri? Kita tanyakan langsung dengan Rius Vernandes. Selain rius juga hadir pengacara dari Rius, Abraham Sridjaja. Kemudian ada anggota Ombudsman, Alvin Lie. Serta pengamat penerbangan sekaligus Direktur Aviatory Indonesia, Ziva Narendra Arifin. #GarudaIndonesia #RiusVernandes #DaftarMenu
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.