Nico pernah menangani kasus Novel ketika ia menjabat sebagai Direktur Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya. Kala itu, ia masih berpangkat sebagai Kombes.
Selain itu, kesamaan lainnya adalah baik tim teknis bentukan Polri dan tim investigasi di Polda Metro Jaya juga melibatkan Inafis, laboratorium forensik (Labfor), dan Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Mabes Polri.
Arif menilai bahwa lamanya pengungkapan kasus Novel bukan karena terkendala kemampuan. Namun, ia menduga ada konflik kepentingan dari Polri sehingga enggan mengungkap kasus ini.
Maka dari itu, tim kuasa hukum Novel tetap mendorong dibentuknya Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang independen di bawah presiden.
"Persoalannya ada di independensi, conflict of interest, dan itu hanya bisa diatasi kalau yang menyelidik, yang menyidik, itu bukan dari polisi tapi tim independen," katanya.
Baca juga: Kuasa Hukum Novel: Tim Teknis yang Dibentuk Enggak Ada Bedanya dengan Tim Polda
Arif mengungkapkan, proses hukum kasus Novel yang berlarut-larut merupakan pelanggaran atas hak memperoleh keadilan.
Selain itu, tak menutup kemungkinan pelaku melakukan aksinya kembali atau bahkan menghilangkan barang bukti.
"Sangat dimungkinkan semakin lama proses hukum berjalan, itu pelaku melarikan diri, pelaku menghilangkan barang bukti, atau bahkan mengulangi perbuatan yang sama kepada penyidik atau pimpinan KPK atau KPK, dan bahkan jugabmenghalang-halangi penyidikan yang dilakukan oleh kepolisian. Ini yang kami khawatirkan," tutur Arif.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.