JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum pidana Eddy Hiariej menilai, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih bisa mengembalikan kerugian negara sebesar Rp 4,58 triliun yang diduga hilang akibat kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang melibatkan Syafruddin Arsyad Temenggung.
Eddy mengatakan, KPK dapat melakukan upaya perdata terhadap Syafrudin untuk mengembalikan uang tersebut meskipun Mahkamah Agung (MA) telah menetapkan Syafrudin tidak melakukan tindak pidana pada kasus BLBI.
"Putusan lepas tidak menghapuskan gugatan perdata. Silakan lakukan gugatan perdata karena ada kerugian keuangan negara secara nyata," kata Eddy dalam sebuah diskusi di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (31/7/2019).
Baca juga: Terdakwa Kasus BLBI Syafruddin Temenggung Dibebaskan MA, KPK Pertimbangkan PK
Upaya perdata dapat ditempuh KPK setelah upaya menempuh jalur pidana telah tertutup karena MA telah melapas Syafrudin dalam putusan kasasinya.
"Untuk persoalan pidana sudah selesai ya untuk SAT karena sudah diputus lepas dari segala tuntutan hukum. Tetapi, KPK bisa melakukan upaya hukum dalam konteks gugatan perdata," ujar Eddy.
Eddy menambahkan, putusan kasasi MA terhadap kasus Syafrudin tidak berarti KPK harus menghentikan penyidikan terhadap tersangka BLBI lainnya, yaitu Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim.
"Harus melihat fakta-fakta yang dikemukakan dalam putusan seperti apa. Kalau faktanya berbeda dengan fakta yang dimiliki oleh KPK, maka KPK harus berjalan terus untuk mengungkapkan kasus ini," ujar Eddy.
Baca juga: Koalisi Anti Korupsi Laporkan 2 Hakim Agung yang Bebaskan Syafruddin Temenggung ke KY
Sebelumnya, Mahkamah Agung memutuskan membebaskan Syafrudin Temenggung pada putusan kasasinya. Putusan itu tidak diambil dengan suara bulat, tiga orang hakim memiliki pendapat yang berbeda.
Syafruddin Temenggung sendiri mengajukan kasasi setelah Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat hukumannya menjadi 15 tahun penjara dari vonis 13 tahun penjara yang dijatuhkan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) itu pada putusan sebelumnya dianggap terbukti merugikan negara sekitar Rp 4,58 triliun terkait penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) BLBI kepada Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI).