Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPU Sebut Larangan Eks Koruptor "Nyalon" Idealnya Diatur di UU Pilkada

Kompas.com - 30/07/2019, 07:25 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemilhan Umum (KPU) bakal mendorong pembuatan aturan larangan mantan napi korupsi mencalonkan diri sebagai peserta Pilkada 2020. Menurut KPU, idealnya aturan ini dicantumkan dalam undang-undang.

Hal ini menyusul kasus Bupati Kudus Muhammad Tamzil yang pernah terjerat korupsi namun terpilih lagi sebagai bupati hingga akhirnya kembali terjerat kasus korupsi.

"Revisi Undang-undang Pilkada, itu yang paling ideal sebenarnya," kata Pramono saat dihubungi, Senin (29/7/2019).

Baca juga: Jelang Pilkada 2020, KPU Akan Gulirkan Wacana Larangan Pilih Eks Koruptor

Menurut Pramono, revisi UU Pilkada diperlukan untuk menambahkan frasa larangan eks koruptor maju sebagai peserta pemilu. Sebab, Peraturan KPU (PKPU) saja tak cukup kuat untuk memberlakukan aturan itu.

Dikhawatirkan, jika aturan ini hanya dimuat di PKPU, akan ada pihak yang tak terima dan mengguhat di Mahkamah Agung (MA) sehingga MA memutuskan mencabut larangan tersebut sebagaimana yang terjadi pada PKPU Nomor 20 Tahun 2018.

"Kalau misalnya KPU luncurkan, tuangkan dalam Peraturan KPU, kemudian nanti ada calon kepala daerah yang berstatus napi, lalu gugat ke MA, sudah bisa diduga, (larangan eks koruptor mencalonkan diri) dibatalkan. Itu kan problem real yang kita hadapi ke depannya," ujar Pramono.

Baca juga: KPU Setuju dengan KPK soal Imbauan Tak Pilih Eks Koruptor pada Pilkada

Sekalipun nantinya aturan ini hanya dicantumkan dalam PKPU, kata Pramono, setidaknya ada dukungan dari DPR, pemerintah, dan partai politik supaya tidak ada lagi pihak yang menggugat.

"Dengan begitu, setidaknya dukungan politik dari pemerintah dan DPR, bahwa mereka tidak akan mencalonkan napi koruptor dalam Pilkada 2020 karena proses pencolanan dalam Pilkada itu kan oleh DPP (partai)," kata Pramono.

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Kudus Muhammad Tamzil sebagai tersangka dugaan suap dan gratifikasi terkait pengisian perangkat daerah di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kudus tahun 2019.

Baca juga: Berkaca Kasus Bupati Kudus, KPK Harap Parpol Tak Calonkan Eks Koruptor

Tamzil pernah ditahan karena dianggap bersalah dalam kasus korupsi dana bantuan saran dan prasarana pendidikan Kabupaten Kudus untuk tahun anggaran 2004.

Tamzil yang bebas pada 2015 kemudian mencalonkan diri sebagai Bupati Kudus lewat Pilkada 2018 dan kembali terpilih. Namun, kini Tamzil kembali tersandung kasus korupsi karena ia menjadi tersangka dalam kasus dugaan jual-beli jabatan di lingkungan Pemkab Kudus.

Kompas TV Akankah penerapan hukuman mati terhadap koruptor hanya sekadar gertak sambal? atau justru kasus Bupati Kudus Muhammad Tamzil bisa menjadi pemantik bagi aparat penegak hukum untuk benar-benar menerapkan pidana mati terhadap "maling uang negara" kambuhan? KompasTV akan membahasnya pegiat anti korupsi Saor Siagian, anggota Komisi 3 DPR Fraksi PDI Perjuangan Arteria Dahlan, Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik, dan melalui sambungan skype mantan Ketua KPK periode 2007-2011 Antasari Azhar. #kpk #hukumanmatikoruptor
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Pertamina Luncurkan 'Gerbang Biru Ciliwung' untuk Kembangkan Ekosistem Sungai

Pertamina Luncurkan "Gerbang Biru Ciliwung" untuk Kembangkan Ekosistem Sungai

Nasional
Kriminolog Nilai Penjudi Online Mesti Dipandang sebagai Pelaku Pidana

Kriminolog Nilai Penjudi Online Mesti Dipandang sebagai Pelaku Pidana

Nasional
Harun Masiku Nyaris Diringkus di 2021, tapi Gagal Akibat KPK Ribut Internal

Harun Masiku Nyaris Diringkus di 2021, tapi Gagal Akibat KPK Ribut Internal

Nasional
Satgas Pangan Polri Awasi Impor Gula yang Masuk ke Tanjung Priok Jelang Idul Adha 2024

Satgas Pangan Polri Awasi Impor Gula yang Masuk ke Tanjung Priok Jelang Idul Adha 2024

Nasional
Eks Penyidik KPK Curiga Harun Masiku Tak Akan Ditangkap, Cuma Jadi Bahan 'Bargain'

Eks Penyidik KPK Curiga Harun Masiku Tak Akan Ditangkap, Cuma Jadi Bahan "Bargain"

Nasional
Sosiolog: Penjudi Online Bisa Disebut Korban, tapi Tak Perlu Diberi Bansos

Sosiolog: Penjudi Online Bisa Disebut Korban, tapi Tak Perlu Diberi Bansos

Nasional
KPK Hampir Tangkap Harun Masiku yang Nyamar Jadi Guru di Luar Negeri, tapi Gagal karena TWK

KPK Hampir Tangkap Harun Masiku yang Nyamar Jadi Guru di Luar Negeri, tapi Gagal karena TWK

Nasional
Minta Kemenag Antisipasi Masalah Saat Puncak Haji, Timwas Haji DPR: Pekerjaan Kita Belum Selesai

Minta Kemenag Antisipasi Masalah Saat Puncak Haji, Timwas Haji DPR: Pekerjaan Kita Belum Selesai

Nasional
Timwas Haji DPR RI Minta Kemenag Pastikan Ketersediaan Air dan Prioritaskan Lansia Selama Puncak Haji

Timwas Haji DPR RI Minta Kemenag Pastikan Ketersediaan Air dan Prioritaskan Lansia Selama Puncak Haji

Nasional
Timwas Haji DPR Minta Oknum Travel Haji yang Rugikan Jemaah Diberi Sanksi Tegas

Timwas Haji DPR Minta Oknum Travel Haji yang Rugikan Jemaah Diberi Sanksi Tegas

Nasional
Kontroversi Usulan Bansos untuk 'Korban' Judi Online

Kontroversi Usulan Bansos untuk "Korban" Judi Online

Nasional
Tenda Haji Jemaah Indonesia di Arafah Sempit, Kemenag Diminta Beri Penjelasan

Tenda Haji Jemaah Indonesia di Arafah Sempit, Kemenag Diminta Beri Penjelasan

Nasional
MUI Minta Satgas Judi Online Bertindak Tanpa Pandang Bulu

MUI Minta Satgas Judi Online Bertindak Tanpa Pandang Bulu

Nasional
Tolak Wacana Penjudi Online Diberi Bansos, MUI: Berjudi Pilihan Hidup Pelaku

Tolak Wacana Penjudi Online Diberi Bansos, MUI: Berjudi Pilihan Hidup Pelaku

Nasional
MUI Keberatan Wacana Penjudi Online Diberi Bansos

MUI Keberatan Wacana Penjudi Online Diberi Bansos

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com