Sementara itu, Kuasa hukum Novel Baswedan, Haris Azhar, mempertanyakan optimisme Polri tersebut. Menurut dia, optimisme itu seharusnya muncul ketika barang bukti masih banyak, yaitu saat pascakejadian.
"Kenapa optimisme itu baru muncul hari ini, ya kan? Padahal kalau dilihat dari temuannya TGPF sama temuan di hari-hari awal fakta peristiwa. Saya malah lebih melihat bahwa optimisme itu harusnya muncul di hari-hari awal ketika barang bukti itu banyak," ungkap Haris ketika dihubungi Kompas.com, Senin malam.
Baca juga: 4 LSM Demo Polisi Tidur, Tuntut Tuntaskan Kasus Novel Baswedan
Selain itu, Haris juga mengkritik soal perdebatan mengenai masa kerja tim teknis, antara enam bulan maupun permintaan presiden selama tiga bulan.
Dalam pandangannya, yang harus diperhatikan adalah temuan TGPF. Ia menilai tidak ada hal baru yang ditemukan oleh TGPF kasus Novel.
"Ini bukan semester pendek atau semesteran kuliah, ya kan? Ini harus dilihatnya pada, jangan kita berdebat tiga bulan, enam bulan. Lihatnya pada hasil TGPF atau hasil satgas Polri, tim pakar itu, apa sih yang ditemuin? Enggak ada. Ngulang-ngulang saja," tutur dia.
Pendapat lain diutarakan pengamat Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar. Fickar menilai bahwa tidak mustahil bagi tim teknis untuk menemukan pelaku lapangan penyerang Novel.
"Tim ini tidak mustahil akan dapat menemukan tersangkanya. Sekali lagi dengan syarat, harus meletakkan kasus Novel Baswedan ini sebagai bagian dari gerakan besar melemahkan KPK," ujar Fickar ketika dihubungi Kompas.com, Senin malam.
Baca juga: Pengacara Novel: Harusnya Presiden Langsung Bentuk TGPF Independen
Menurut dia, tim perlu memandang kasus Novel sebagai upaya melemahkan gerakan pemberantasan korupsi. Dengan begitu, diharapkan akan muncul tanggung jawab untuk menggalinya secara serius.
Kendati demikian, Fickar tetap berpandangan bahwa Presiden Jokowi perlu membentuk tim independen untuk mengusut kasus Novel.
"Sejak awal, saya mengimbau Presiden membentuk tim independen untuk menangani kasus Novel. Karena sudah nampak penanganan oleh kepolisian tidak akan maksimal," ungkap dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.