JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly bersama lima pimpinan lembaga menandatangani nota kesepahaman dan perjanjian kerja sama tentang penguatan dan pemanfaatan basis data pemilik manfaat atau beneficial ownership.
Penandatanganan nota tersebut dalam rangka pencegahan korupsi di ranah korporasi.
Ada enam kementerian yang ikut menandatangani nota tersebut. Kementerian itu yaitu Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Keuangan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Pertanian, Kementerian Koperasi dan UKM, serta Kementerian Agraria dan Tata Ruang.
"Dalam waktu dekat saya akan mengeluarkan Permen (peraturan menteri). Sekarang sudah Permenkumham tentang pengenalan beneficial ownership secara teknis, maka kami percaya bahwa dengan ini, kita sebagai negara di antara negara-negara di dunia yang berupaya mencegah money laundry, juga penggunaan dana untuk terorisme, dan lain-lain ya," kata Yasonna saat ditemui di Hotel Sultan, Jakarta, Rabu (2/7/2019).
Baca juga: Jokowi Teken Perpres Beneficial Owner, PPATK Harap Korporasi Lebih Transparan
Yasonna mengatakan, tantangan dalam penegakan hukum khususnya tindak pidana korupsi, tindak pidana pencucian uang, dan tindak pidana pendanaan terorisme adalah pengungkapan dari pemilik manfaat korporasi.
Untuk itu, dengan pengungkapan pemilik manfaat (benefical ownership) akan menutup celah tindak kejahatan tersebut.
"Mengingat banyaknya upaya pengelabuan informasi pemilik manfaat melalui tindakan-tindakan berlapis dengan menggunakan corporate vehicle, antara lain shell companies atau nominees," ujar dia.
Selain itu, Yasonna menjelaskan, penandatanganan nota tersebut untuk menindaklanjuti Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2018 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi dalam Rangka Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme.
"Ini menunjukkan kesungguhan Indonesia untuk betul-betul menjadi salah satu negara di dunia yang sangat transparan dalam beneficial onwnership," tuturnya.
Sementara itu, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengapresiasi penandatanganan nota tersebut dengan sejumlah menteri. Ia meminta aturan ini tidak disalahartikan.
"Peraturan presiden ini bukan untuk menghukum dunia usaha kita tapi ingin melindungi dunia usaha, oleh karena itu maka sistem transparansi keuangan, transparansi kepemilikan itu perlu kita tingkatkan," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.