Sementara itu, Ketua Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Kabupaten Mempawah, Mahadir menilai, perempuan yang minim literasi rentan menjadi korban kejahatan perdagangan orang dengan modus pengantin pesanan.
Hal itu, kata Mahadir, berdasarkan temuan timnya di lapangan.
"Di desa-desa itu, pertama, korban yang kita temukan itu banyak direkrut oleh orang terdekat mereka. Cara mereka ini masuk ke desa dia mencari target perempuan yang (kualitas) SDM-nya jauh, mungkin juga wawasan soal media sosialnya sedikit, jarang ya," kata Mahadir.
Mahadir menjelaskan, biasanya calon korban tidak bisa membaca dan menulis. Selain itu, pelaku mencari korban dengan kondisi akses komunikasi yang sulit. Khususnya menyangkut akses internet.
"Ada beberapa kasus kita temukan, keluarga korbannya itu susah kita hubungi secara intens. Karena komunikasi, sinyal internet juga enggak ada di situ. Itu target mereka," ungkapnya.
Selain itu, perekrut biasanya mencari korban dengan kondisi keluarga yang hidup sulit.
Misalnya, orangtua korban sakit-sakitan, dirawat di rumah sakit dan membutuhkan uang lebih.
"Jadi perekrutnya sudah melihat situasi keluarganya, mereka akan mengiming-imingi uang, segala macam. Juga ada faktor lain, ada perempuan yang memang mau pergi jauh ya. Itu dimanfaatkan juga," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.