Salin Artikel

Polri Diminta Bongkar Perdagangan Orang Modus Pengantin Pesanan

Oky menyinggung temuan Jaringan Buruh Migran (JBM) yang mengungkap ada 29 perempuan Indonesia menjadi korban dugaan tindak pidana perdagangan orang dengan modus tersebut.

Sebanyak 13 perempuan berasal dari Kalimantan Barat dan 16 perempuan berasal dari Jawa Barat.

Adapun pelaku diduga melibatkan jaringan di China dan Indonesia.

"Kami menyatakan, mendesak Bareskrim Mabes Polri, Polda Kalimantan Barat, Polda Jawa Barat untuk segera membongkar sindikat perekrut kasus TPPO pengantin pesanan antar negara ini," kata Oky dalam konferensi pers di kantor LBH Jakarta, Minggu (23/6/2019).

Data 29 perempuan Indonesia jadi korban itu berdasarkan hasil kajian salah satu anggota JBM, Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI).

Adapun yang dimaksud dengan modus pengantin pesanan, yakni menikahkan wanita Indonesia dengan pria China.

Calon korban diiming-imingi dinikahkan dengan pria China kaya raya. Laki-laki yang berminat harus menyerahkan uang Rp 400 juta kepada jaringan pelaku.

Uang tersebut untuk dibagikan kepada jaringan pelaku di China dan Indonesia.

Setelah menikah, pihak laki-laki memanfaatkan korban untuk bekerja di pabrik dengan durasi jam kerja panjang.

Mereka juga harus melakukan pekerjaan rumah di tempat pihak laki-laki. Korban juga diminta melayani hubungan seksual dengan suami.

Jika tidak, korban bisa mengalami tindak kekerasan dari suami atau anggota keluarga lain dari pihak suami.

"Polisi harus memproses dan menyelesaikan kasus seperti ini dengan tegas menerapkan Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Perdagangan Orang dan Undang-Undang tentang Perlindungan Anak," katanya.

Ia juga mendesak pemerintah pusat dan daerah untuk menyusun strategi pencegahan untuk menekan kejahatan perdagangan orang.

Minim literasi

Sementara itu, Ketua Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Kabupaten Mempawah, Mahadir menilai, perempuan yang minim literasi rentan menjadi korban kejahatan perdagangan orang dengan modus pengantin pesanan.

Hal itu, kata Mahadir, berdasarkan temuan timnya di lapangan.

"Di desa-desa itu, pertama, korban yang kita temukan itu banyak direkrut oleh orang terdekat mereka. Cara mereka ini masuk ke desa dia mencari target perempuan yang (kualitas) SDM-nya jauh, mungkin juga wawasan soal media sosialnya sedikit, jarang ya," kata Mahadir.

Mahadir menjelaskan, biasanya calon korban tidak bisa membaca dan menulis. Selain itu, pelaku mencari korban dengan kondisi akses komunikasi yang sulit. Khususnya menyangkut akses internet.

"Ada beberapa kasus kita temukan, keluarga korbannya itu susah kita hubungi secara intens. Karena komunikasi, sinyal internet juga enggak ada di situ. Itu target mereka," ungkapnya.

Selain itu, perekrut biasanya mencari korban dengan kondisi keluarga yang hidup sulit.

Misalnya, orangtua korban sakit-sakitan, dirawat di rumah sakit dan membutuhkan uang lebih.

"Jadi perekrutnya sudah melihat situasi keluarganya, mereka akan mengiming-imingi uang, segala macam. Juga ada faktor lain, ada perempuan yang memang mau pergi jauh ya. Itu dimanfaatkan juga," kata dia.

https://nasional.kompas.com/read/2019/06/23/17040241/polri-diminta-bongkar-perdagangan-orang-modus-pengantin-pesanan

Terkini Lainnya

Anggota DPR Diduga Terima THR dari Kementan, KPK: Bisa Suap, Bisa Gratifikasi

Anggota DPR Diduga Terima THR dari Kementan, KPK: Bisa Suap, Bisa Gratifikasi

Nasional
Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Nasional
Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Nasional
Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Nasional
Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Nasional
Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Nasional
Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Nasional
KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

Nasional
Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Nasional
Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Nasional
Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Nasional
Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Nasional
Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Nasional
Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Nasional
Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke