JAKARTA, KOMPAS.com - Kuasa hukum Komisi Pemilihan Umum (KPU) Ali Nurdin meminta Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan Tim Hukum pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno terkait perlindungan saksi dalam sidang sengketa hasil Pilpres 2019.
Menurut Ali, dalil permohonan pasangan Prabowo-Sandiaga merupakan tuntutan yang tidak berdasar dan cenderung berlebihan.
"Tuntutan pemohon yang menuntut MK menciptakan sistem perlindungan saksi adalah merupakan tuntutan yang tidak berdasar dan cenderung berlebihan," ujar Ali saat membacakan jawaban KPU dalam sidang sengketa hasil pilpres di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (18/6/2019).
Ali mengatakan, tim hukum Prabowo-Sandiaga sesungguhnya sudah menyadari MK hanya memiliki kewenangan sengketa hasil pemilu, pengujian undang-undang, sengketa kewenangan antarlembaga negara dan impeachment presiden dan wakil presiden.
Baca juga: Menurut KPU, Penghinaan jika MK Disebut Mahkamah Kalkulator
Dengan demikian, menurut KPU, MK tidak memiliki kewenangan untuk memberikan perlindungan saksi sebagaimana diatur dalam konstitusi dan Undang-Undang MK.
Sementara, kata Ali, mekanisme perlindungan saksi merupakan kewenangan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Hal itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
"Pemohon sesungguhnya menyadari perlindungan saksi sudah ditangani oleh LPSK berdasarkan UU Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Oleh karena itu dalil permohonan pemohon tidak beralasan dan oleh karenanya harus ditolak," kata Ali.