Dengan bantuan keluarga besar dan relawan, Mansuri berkampanye dari pintu ke pintu (door to door) rumah warga. Selain itu, ia juga menemui komunitas-komunitas masyarakat secara langsung dan tokoh-tokoh masyarakat setempat.
Mansuri merasa pendekatan personal kepada calon pemilih sangat efektif.
Kunjungan itu ia lakukan bersama relawan dari wilayah tempat pemungutan suara (TPS). Mereka membantu sosialisasi cara memilih di TPS dan memperkenalkan dirinya kepada calon pemilih.
"Saya mencoba mengikat hubungan kekeluargaan, hubungan hati, persaudaraan dengan masyarakat agar mereka mau bergerak dengan sendirinya," kata dia.
Baca juga: Cerita Caleg Muda: Terjun ke 400 Titik Lebih hingga Pengakuan Tak Setor Mahar
Mansuri menilai, persaingan di dapilnya sama dengan persaingan di dapil lain. Setiap caleg memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing.
Ia tetap optimistis bisa memenangkan kontestasi pemilihan.
"Kami menggunakan berlapis dari TPS itu kelompok mudanya bergerak, orangtua dan keluarga juga bergerak," ujar Mansuri.
Selama masa kampanye, Mansuri mengaku sudah mendatangi 712 titik. Ia merasa senang sudah bertemu banyak orang.
Melalui cara inilah ia menyerap berbagai aspirasi warga.
"Saya ketemu banyak orang ini sudah ke 712 titik saya bertemu dengan tokoh dan kelompok masyarakat. 712 titik itu persoalannya sangat berbeda-beda," ujar dia.
Di sisi lain, ia memiliki duka tersendiri dalam kampanye. Sebab, masih ada kelompok masyarakat yang mencoba meminta uang atau bantuan lainnya untuk kepentingan mereka.
Baca juga: Cerita Caleg Asal Jombang, Pagi Menjahit, Malam Kampanye
Menghadapi situasi itu, Mansuri tetap menolak membantu mereka. Ia melihat praktik seperti itu harus ditekan dalam kontestasi pemilihan.
Hal itu dinilainya tidak sehat bagi proses Pemilu 2019.
"Ya, saya enggak bilang sapi perahan ya, tapi menurut saya pola ini harus diubah, enggak sehat. Harus adu gagasan, ide, konsep, menurut saya itu lebih baik dibanding kita money politic ya, kita melakukan cara-cara yang dilarang undang-undang," kata dia.
Mengenai persoalan logistik dan dana kampanye, Mansuri melibatkan keluarga hingga warga untuk gotong royong.
Mereka bisa memberikan donasi atau membantu kampanyenya dengan cara lain. Ia bersyukur banyak pihak yang dengan sukarela membantu.
"Ada yang bantuin saya bikin spanduk, kalender, ya, macem-macem. Saya bersyukur keluarga sangat solid, sahabat-sahabat saya, teman-teman SD saya, teman SMP saya cukup solid bergerilya. Ini menurut saya cukup efektif ya. Ini menjadi pola yang paling murah dalam proses pencalegan," kata dia.
Baca juga: Cerita Caleg: Bermula dari Skripsi hingga Tembus Pedalaman Kalteng untuk Bertemu Warga
Meski banyak menerima donasi dan bantuan, Mansuri tak memungkiri mengeluarkan kocek pribadinya. Salah satu alokasi terbesar, ia habiskan untuk transportasi dirinya dari Jakarta ke Jawa Tengah.
"Saya setiap minggu walaupun sekali, harus bolak-balik ke Jakarta. Ya paling tidak habis untuk (tiket) pesawat, operasional dari Semarang ke Rembang, paling tidak menutup kekurangan teman-teman di bawah seperti operasional tim untuk door to door beberapa saya bantu," katan Mansuri.
Meski demikian, Mansuri tak bisa menjelaskan kisaran dana yang sudah dikeluarkan.
"Saya agak sulit ya menghitung kisarannya karena konsepnya gotong royong, semua pihak memberikan kontribusi untuk meng-cover yang ada," ujar dia.